Salam

Salam Ramadlan

4.21.2011

Renungan Untuk Isteri / Calon Isteri

Wahai sang Istri ....

Apakah akan membahayakan dirimu, kalau anda menemui suamimu dengan wajah yang berseri, dihiasi senyum yang manis di saat dia masuk rumah.?

Apakah memberatkanmu, apabila anda menghapus debu dari wajahnya, kepala, dan baju serta mengecup pipinya.?!!

Apakah anda akan merasa sulit, jika anda menunggu sejenak di saat dia memasuki rumah, dan tetap berdiri sampai dia duduk.!!!

Mungkin tidak akan menyulitkanmu, jika anda berkata kepada suami : "Alhamdulillah atas keselamatan Kanda, kami sangat rindu kedatanganmu, selamat datang kekasihku".

Berdandanlah untuk suamimu -harapkanlah pahala dari Allah di waktu anda berdandan itu, karena Allah itu Indah dan mencintai keindahan- pakailah parfum, dan bermake up-lah, serta pakailah busana yang paling indah untuk menyambut suamimu.

Jauhi dan jauhilah bermuka asam dan cemberut.

Janganlah anda mendengar dan menghiraukan perusak dan pengacau yang akan merusak dan mengacaukan keharmonisanmu dengan suami.

Janganlah selalu tampak sedih dan gelisah, akan tetapi berlindunglah kepada Allah dari rasa gelisah, sedih, malas dan lemah.

Janganlah berbicara terhadap laki-laki lain dengan lemah-lambut, sehingga menyebabkan orang yang di hatinya ada penyakit mendekatimu dan mengira hal-hal yang jelek terhadap dirimu.

Selalulah berada dalam keadaan lapang dada, hati tentram, dan ingat kepada Allah setiap saat.

Ringankanlah suamimu dari setiap keletihan, kepedihan dan musibah serta kesedihan yang menimpanya.

Suruhlah suamimu untuk berbakti kepada ibu bapaknya.

Didiklah anak-anakmu dengan baik. Isilah rumah dengan tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir, perbanyaklah membaca Al-Quran terutama surat Al-Baqarah, karena surat itu dapat mengusir syeitan.

Hilangkanlah dari rumahmu foto-foto, alat-alat musik dan alat-alat yang bisa merusak agama.

Bangunkanlah suamimu untuk melaksanakan shalat malam, doronglah dia untuk melakukan puasa sunat, ingatkan dia akan keutamaan bersedekah, dan jangan anda menghalanginya untuk menjalin hubungan siraturrahim dengan karib kerabatnya.

Perbanyaklah beristighfar untuk dirimu, suamimu, serta kedua orang tua dan seluruh kaum muslimin. Berdoalah kepada Allah, agar dianugerahkan keturunan yang baik, niat yang baik serta kebaikan dunia dan akhirat. Ketahuilah sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar doa dan mencintai orang yang nyinyir dalam meminta. Allah berfirman:"Dan Rabbmu berkata : serulah Aku niscaya Aku penuhi doamu" (Al-Ghafir : 60).


Diambil dari kitab " Fiqh pergaulan suami istri " oleh Syeikh Mushtofa Al Adawi.
Read More

Untuk Para Suami / Calon Suami, Renungkanlah...!!!

Wahai sang suami ….

Apakah membebanimu wahai hamba Allah, untuk tersenyum di hadapan istrimu dikala anda masuk ketemu istri tercinta, agar anda meraih pahala dari Allah?!!

Apakah membebanimu untuk berwajah yang berseri-seri tatkala anda melihat anak dan istrimu?!!
Apakah menyulitkanmu wahai hamba Allah, untuk merangkul istrimu, mengecup pipinya serta bercumbu disaat anda menghampiri dirinya?!!

Apakah memberatkanmu untuk mengangkat sesuap nasi dan meletakkannya di mulut sang istri, agar anda mendapat pahala?!!

Apakah termasuk susah, kalau anda masuk rumah sambil mengucapkan salam dengan lengkap : “Assalamu`alaikum Warahmatullah Wabarakatuh” agar anda meraih 30 kebaikan?!!
Apa yang membebanimu, jika anda menuturkan untaian kata-kata yang baik yang disenangi kekasihmu, walaupun agak terpaksa, dan mengandung bohong yang dibolehkan?!!
Tanyalah keadaan istrimu di saat anda masuk rumah!!

Apakah memberatkanmu, jika anda menuturkan kepada istrimu di saat masuk rumah : “Duhai kekasihku, semenjak Kanda keluar dari sisimu, dari pagi sampai sekarang, serasa bagaikan setahun”.
Sesungguhnya, jika anda betul-betul mengharapkan pahala dari Allah walau anda letih dan lelah, anda mendekati sang istri tercinta dan menjimaknya, maka anda mendapatkan pahala dari Allah, karena Rasulullah bersabda :”Dan di air mani seseorang kalian ada sedekah”.

Apakah melelahkanmu wahai hamba Allah, jika anda berdoa dan berkata : Ya. Allah perbaikilah istriku dan berkatilah daku pada dirinya.
Ucapan yang baik adalah sedekah.
Wajah yang berseri dan senyum yang manis di hadapan istri adalah sedekah.
Mengucapkan salam mengandung beberapa kebaikan.
Berjabat tangan mengugurkan dosa-dosa.
Berhubungan badan mendapatkan pahala.



Diambil dari kitab ” Fiqh pergaulan suami istri ” oleh Syeikh Mushtofa Al Adawi.
Read More

4.17.2011

SYA'IR IMAM SYAFI'I

1. TIPUAN PALSU

Aku melihat tipu muslihat dunia,
tatkala ia bertenggerdi atas kepala-kepala manusia,
dan membincangkan manusia-manusia yang terkena
tipunya.
Bagi mereka,
Orang sepertiku tampak amat tak berharga.
Aku disamakan olehnya,
dengan anak kecil yang sedang bermain di jalanan.



2. MENCINTAI AKHIRAT

Duhai orang yang senang memeluk dunia fana,
Yang tak kenal pagi dan sore dalam mencari dunia,
Hendaklah engkau tinggalkan pelukan mesramu,
kepada duniamu itu.
Karena kelak engkau akan berpelukan,
Dengan bidadari di surga.
Apabila engkau harap menjadi penghuni surga abadi,
maka hindarilah jalan menuju api neraka.


3. RENDAH HATI

Bagaimana mungkin kita dapat sampai ke Sa’ad,
Sementara di sekitarnya terdapat gunung-gunung
dan tebing-tebing.Padahal aku tak beralas kaki,
dan tak berkendaraan.
Tanganku pun kosong dan,
jalan ke sana amat mengerikan.


4. TENTANG CINTA

Engkau durhaka kepada Allah,
dan sekaligus menaruh cinta kepada-Nya.
Ini adalah suatu kemustahilan.
Apabila benar engkau mencintai-Nya,
pastilah engkau taati semua perintah-Nya.
Sesungguhnya orang menaruh cinta,
Tentulah bersedia mentaati perintah orang yang dicintainya.
Dia telah kirimkan nikmat-Nya kepadamu,
setiap saat dan tak ada rasa syukur,
yang engkau panjatkan kepada-Nya.



5. KEPUASAN (QANA'AH)

Aku melihat bahwa kepuasan itu pangkal kekayaan,
lalu kupegang erat-erat ujungnya.
Aku ingin menjadi orang kaya tanpa harta,
dan memerintah bak seorang raja.


6. ANUGRAH ALLAH

Aku melihat-Mu pada saat penciptaanku,
yang penuh dengan anugerah.
Engkaulah sumber satu-satunya,
pada saat penciptaanku.
Hidarkan aku dari anugerah yang buruk.
Karena sepotong kehidupan telah cukup bagiku,
hingga saat Engkau mematikanku.
Read More

Aku Bukan Lesbian (BAB I)

Mentari pagi masih bersembunyi dibalik awan, bumi pun masih berselimbut kabut nan dingin di pagi ini. Tapi gelap dan dinginnya pagi, seolah ga berpengaruh bagi masyarakat di kampungku. Mereka sudah terbiasa dengan cuaca seperti ini, mereka sudah bersiap-siap untuk melakukan berbagai macam aktifitas dan rutinitas sehari-hari. ada yang bertani di sawah, ngambil kayu bakar di hutan yang memang ga begitu jauh dari kampungku, bahkan sebagian dari mereka sudah ada yang berangkat dari ba’da subuh.

Tapi tidak halnya dengan diriku, pagi ini terasa dingin banget. Aku masih terbujur kaku diatas kasur usang yang ga empuk, aku males banget tuk buka mataku dan keluar dari pelukan selimbutku yang ga tebel-tebel banget ini. Karena hari ini adalah awal dari masa liburan sekolahku, jadi aku fakir ini adalah saatnya aku menikmati kebebasanku setelah selama 3 tahun aku selalu disibukkan dengan aktifitas sekolah setiap hai selama 6 hari dalam seminggu.

Aku baru lulus dan baru menerima ijazah kemarin, Alhamdulillaah aku lulus dengan hasil yang lumayan sempurna. Aku mendapatkan peringkat pertama dan mendapatkan predikat Nilai UN (Ujian Nasional) tertinggi tingkat SMP di kota-ku. Aku berencana untuk meneruskan pendidikanku ke SMA di Kota. Tapi orang tuaku berkehendak lain, mereka ingin agar aku masuk ke Pondok Pesantren. Alasannya sih biasa, mereka takut aku terjerumus kedalam pergaulan yang akan merusak masa depan kehidupanku kelak.

“Zi.. bangun Nak, tidak baik lho tidur bermalas-malasan dipagi hari.” Kudengar suara ibuku membangunkanku. “iya Bu, sbentar lagi Ezi bangun, nih masih ngantuk banget bu. Lagian, dingin banget hari ini.” Sahutku pada ibu. Tapi ibu tidak membiarkanku untuk melanjutkan petualanganku di alam mimpi, kudengar langkah kaki beliau masuk ke kamarku. “bangun, Nak… mandi, sarapan. Bukankah hari ini kamu mau mendaftar ke Pondok Pesantren Khozienatul ‘Uluum..??. kata ibu lagi tepat berdiri disampingku. “nanti saja Bu, ini kan baru jam 6. masih ada waktu untuk sekedar ngalenyap  bentar”. Jawabku pada ibu setengah malas, karena memang aku ga bernafsu untuk mondok,  aku inginnya sekolah ke Kota. Bukan ibuku jika beliau mengikuti inginku, apalagi kalau membiarkanku tidur sampe siang.

“Nak, kamu tahu? Tidur di pagi hari setelah subuh itu akan membuatmu fakir harta lho Nak…!! Kamu mau hidup kamu miskin kelak..?? Kata ibuku, sambil menarik selimbutku. Aku pun bangun walopun masih terasa malas. Tak lama berselang, datang pamanku yang akan mengantarku mendaftar ke pondok Pesantren di Kota.



(Bersambung, ntar diterusin lagi ya... mo masak air duu, bikin kopi biar semangat nulisnya.)



Read More

4.12.2011

Perjalanan Waktu


Malam berlalu berganti pagi,
pagi pun pergi menuju siang,
siang pun lari entah kemana,
dan datanglah sang senja,
namun senja tiba hanya sekejap saja,
karena dia pun lenyap menjelma menjadi malam.

begitulah perjalanan waktu yang ditempuh.
setiap saat berputar,
datang dan pergi,
hilang dan berganti.

waktu tak bisa diulang.
waktu tak bisa ditukar,
dan waktupun tak bisa diputar.

hentikan berkhayal tentang waktu,
kurangi pemakaian akal tuk fikirkan waktu.

jangan berandai-andai,
tapi segeralah mulai,

isi dan hiasi waktu dengan cinta dan kecintaan,
kepada Sang Pemilik waktu.
nikmati, hargai, dan hormatilah waktu.
karena jika ia (waktu) dihinakan,
maka ia akan membunuhmu secara perlahan.
dan jika ia (waktu) kau remehkan,
maka kau akan merugi,
dan kehilangan banyak harta........


N/B :

- waktumu hanya sekejap saja,
jika ia berlalu dengan kesia-an,
maka kau kan sesali tiada henti.


Perjalanan Waktu

Read More

4.11.2011

Penawar Kebingungan dan Kebimbangan


Terkadang, didalam kehidupan seorang yang beriman tidak terlepas dari kebimbangan dan kesedihan yang mengeruhkan kebeningan kehidupannya dan mematahkan kenikmatannya. Perkara ini akan menghapuskan dosa-dosanya dan mengangkat derajatnya. Selain itu, dia akan mendapat manfaat yang lain, yang paling penting adalah bahwa semua cobaan hidup ini akan mengarahkan seorang yang beriman untuk kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, bersimpuh di hadapan -Nya, bertdharru’ kepada -Nya, sehingga dengannya hati akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman, serta akan merasakan kebahagiaan dan merasa dekat dengan Allah Azza Wa Jalla, yaitu sebuah kebahagiaan yang tidak bisa terlukiskan.
Selain itu, semua perkara yang mengeruhkan hidup   akan menjadikan seorang mu’min mengetahui kehinaan duniawi. Perasaan ini akan membawanya kepada zuhud dengan dunia dan tidak cendrung kepadanya, dia akan mementingkan akherat dengan penuh keyakinan bahwa dia lebih baik dan lebih kekal abadi, sebab tidak ada kebimbangan di dalam surga dan tidak pula kesedihan sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah  subhanahu wata’ala:
Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (35)Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia -Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (QS. Fathir: 34-35)

Alangkah agungnya manfaat yang didapatkan bagi orang yang mengetahui hikmah Allah yang terakandung di dalamnya. Dan di bawah ini beberapa langkah yang bermanfaat untuk menghalau rasa bimbang, bingung, sedih dan berencana bagi orang yang menggunakannya secara baik:


1- Beriman dan beramal shaleh. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl: 97)

Ini adalah janji Allah subhanahu wata’ala kepada orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa Dia akan menganugarahkan kepada mereka kehidupan yang baik. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Shuhaib RA berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  Sungguh menakjubkan perkara seorang yang beriman, sesungguhnya segala perkara orang yang beriman itu baik, dan hal itu tidak terjadi kecuali bagi orang yang beriman, jika dia mendapatkan kebaikan maka dia bersyukur maka itu adalah lebih baik baginya, dan apabila mendapat musibah dia bersabar dan itu lebih baik baginya”.[1]





2- Kegembiraan seorang muslim karena apa yang diperolehnya berupa pahala yang agung, upah yang besar, sebagai balasan atas kesabaran dan harapan pahala dari Allah subhanahu wata’ala atas bencana-bencana yang menimpanya itu baik berupa kebimbangan duniawi dan segala bentuk musibahnya.
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apa apa yang menimpa seorang muslim baik keletihan, penyakit yang akut, kebimbangan, kesedihan, gangguan, kebingungan bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapuskan dengannnya kesalahan-kesalahannya”, [2] di dalam riwayat yang lain disebutkan: Bahkan kecemasan kecuali Allah subhanahu wata’ala akan menghapuskan dengannya segala keburukan-keburukannya”,[3] di dalam riwayat yang lain disebutkan oleh Imam Muslim: Apapun yang menimpa seorang muslim baik duri atau yang lebih kecil darinya kecuali Allah akan mengangkat derajatnya dengan musibah tersebut atau dia akan dihapuskan kesalahannya”.[4]

Akhirnya seorang muslim menyadari bahwa apapun musibah yang menimpanya, baik kebimbangan dan kecemasan pada hakekatnya hal itu sebagai penghapus bagi kesalahan-kesalahannya dan tabungan bagi kebaikannya. Seorang ulama salaf berkata: Seandainya bukan karena musibah maka kita akan datang pada hari kiamat sebagai orang yang merugi. Bahkan salah seorang di antara mereka senang jika ditimpa musibah sebagaimana kesenangan mereka hidup dalam suasana sentosa.


3- Mengetahui hakekat dunia, bahwa dia fana, kesenangan yang ada padanya sangatlah sedikit, kelezatannya bisa mendatangkan kekeruhan, tidak pernah menjanjikan kecerahan bagi siapapun, jika seseorang tertawa di dunia dalam sesaat, maka orang itu menangis di dunia dalam waktu yang panjang, jika dia seseorang gembira di dunia dalam waktu yang pendek maka dia juga membuat seseorang, banyak bersedih.  Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran);. (QS. Ali Imron: 140).
Maka hari-hari bergilir satu hari untuk kemenangan dan di hari yang lain penderitaan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir”.[5]

Dunia juga sebagai ladang kelelahan, gangguan, kebingungan, kecemasan maka seorang yang beriman akan merasa tenang setelah meninggalkannya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Qotadah bahwa jenazah seseorang melewati Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda: Tenang dan orang lain tenang darinya”. Para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah apa yang anda maksudkan dengan kata tenang dan orang lain tenang darinya?. Maka beliau bersabda: Seorang hamba yang beriman akan tenang terlepas dari keletihan duniawi dan gangguannya menuju rahmat Allah sementara hamba yang bejat akan membuat manusia, negeri, pohon dan hewan akan tenang dengan kepergiannya”.[6]

Inilah makna tentang hakekat dunia yang disadari oleh orang yang beriman maka dengan kesadaran ini segala musibah dan kebimbangan akan menjadi enteng, sebab dia menyadari bahwa itulah hakekat dunia.



4- Kebimbangan dan kecemasan yang terjadi dunia ini akan membuat jiwa ini tercerai berai, memporak-porandakan kekuatannya, namun jika seseorang menjadikan orientasinya mengarah kepada akherat maka Allah subhanahu wata’ala akan mengumpulkan kekuatannya dan tekadnya akan dimantapkan. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang menjadikan negeri akherat sebagai orientasinya maka Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya dan Dia akan mengumpulkan segala kekuatannya sementara dunia ini akan datang mengejarnya dengan penuh ketundukan, dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai orientasinya maka Allah akan menjadikan kefakiran di hadapannya dan mencerai beraikan kekuatannya dan dunia tidak datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya”.[7]



5- Berdo’a

Langkah ini adalah penawar yang paling ampuh dalam menghilangkan kebimbangan dan kebingungan. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Dan apabila hamba-hamba -Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada -Ku, (QS. Al-Baqarah: 186).
Allh subhanahu wata’ala berfirman:
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. (QS. Thaha: 25).
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala dari segala kebimbangan dan kesedihan. Diriwayatkan oleh Al-Buhkari di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik berkata : Aku menjadi pembantu Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam di dalam rumah tangganya dan apabila beliau memasuki rumah keluarganya maka beliau bersabda:
(( اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ))
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada -Mu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.”[8]

Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari hadits riwayat Abdurrahman bin Abi Bakroh bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Do’a orang yang kesusahan adalah;
(( اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ )).
Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmat -Mu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dari -Mu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.”[9]

Apabila seorang hamba mendengungkan do’a ini dengan hati yang sadar, niat yang benar dan dibarengi dengan usaha-usaha yang menyebabkan do’a tersebut diterima maka Allah pasti memberikan apa-apa yang dimintanya dan dia berbuat untuk mewujudkan keinginannya serta kecemasan akan berbuah kesenangan dan kegembiraan.



6- Bertawakkal kepada Allah subhanahu wata’ala.
Allah S.W.T.  berfirman:
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (QS. Al-Thalaq: 3)
Artinya mencukupkan keperluannya baik dari perkara dunia atau akherat. Syekh Abdurrahman As-Sa’di berkata: Maka pada saat hati ini bergantung kepada Allah subhanahu wata’ala, berserah diri kepada -Nya, tidak menyerah pada kecemasan, tidak pula dikendalikan oleh hayalan-hayalan yang buruk, maka dia akan percaya kepada Allah, mengharap pada karunia -Nya, dengannya pula segala serpihan-serpihan kebimbangan dan kebingungan akan terusir, serta akan terbebas dari banyak jenis penyakit hati dan jasad.

Hati akan merasakan kekuatan, kelapangan dan kegembiraan yang tidak bisa terlukiskan….”.[10]
Langkah-langkah untuk menggapai kebahagiaan itu ternyata sangat banyak bagi mereka yang menyadarinya, dan aku hanya menyebutkan beberapa langkah yang penting saja, dan semua langkah ini akan bertumpu pada membaca Al-Qur’an yang dibarengi dengan perenungan, dia adalah pelipur hati, cahaya bagi dada, penghapus kesedihan, penghilang segala kebimbangan dan kebingungan, obat bagi segala macam penyakit baik penyakit badan atau hati. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”. QS. Fushilat: 44).
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Isro’: 82)
Maka barangsiapa yang membaca Al-Qur’an ini dengan penuh perenungan dan meresapi maknanya maka segala kecemasan dan kebimbangan akan hilang dari dirinya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah -lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Ra’du: 28).
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.




[1] HR. Muslim: no: 2999 [2] Al-Bukhari: no: 5642
[3] Muslim: no: 2573
[4] Muslim: no: 2572
[5] HR. Muslim: No: 2956
[6] Al-Bukhari: no; 1248 dan Muslim: 950
[7] Al-Turmudzi di dalam sunannya no: 2465 dan dishahihkan oleh Albani di dalam shahihul jami’us Shagir: 2/1111 no: 6516
[8] HR. Al-Bukhari 7/158. Rasulullah dan senantiasa membaca doa ini, lihat kitab Fathul Baari 11/173.
[9] HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42. Menurut pendapat Al-Albani, hadits di atas adalah hasan dalam Shahih Abu Dawud 3/959.
[10] Al-Asbab AL-Mufidah lil hayatis sa’idah: halaman: 24-25
Read More

Anjuran untuk mencintai dan membenci karena Allaah (khutbah

Segala puji bagi Allah, Dia yang mencintai orang-orang yang bertaqwa dan mengangkat derajat orang-orang yang berbuat baik. Aku memuji Allah Yang Maha Suci yang telah menjadikan cinta sebagai tanda kebenaran iman orang-orang yang beriman, dan sebagai bantahan atas orang yang zalim dan dusta. Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. Al-Taubah: 119).
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya. Dia-lah yang telah menjadikan amal yang jujur dan perkataan yang benar sebagai tanda bagi benarnya keimanan dan sebagai pembeda antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang sesat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al-Ahzab: 69-71).
Aku bersaksi bahwa sesungguhnya penghulu kita dan Nabi kita Muhammad adalah hamba dan utusan Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman, imam orang-orang yang bertaqwa dan suri tauladan yang baik bagi orang-orang yang cinta lagi beramal saleh dan pelita bagi orang-orang yang berjalan menuju Allah Subahanahu Wa Ta’ala. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya dari anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia”. Muttafaq alaihi.

Ya Allah sampaikan shalawat dan salam kepada hamba dan Rasul -Mu Muhammad, dan kepada keluarga serta para shahabatnya yang memiliki pandangan yang benar dan mata hati yang lurus, juga kepada para pengikut hingga hari kiamat.

Amma Ba’du:

Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman dan ketahuilah bahwa cinta dan benci karena -Nya adalah jalan yang jelas menuju persaudaraan dalam Islam. Cinta dan benci karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala inilah yang membedakan mereka dengan yang lainnya, walau mereka berbeda warna kulit, kebangsaan, zaman dan tempat. Itulah ikatan yang menjadi dasar bagi tegaknya persatuan mereka. Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, dan beliau juga menyebutkan tentang faedahnya: Tiga perkara yang apabila terdapat pada seseorang maka dia akan merasakan manisnya keimanan, yaitu menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai-Nya dari selain kedua mereka berdua, tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah dan benci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran tersebut sebagaimana dia benci jika dicampakkan ke dalam api neraka”. Muttafaq alaihi.

Dengannya orang-orang yang beriman akan merasakan manisnya keimanan selain ketentraman, kenikmatan, kelezatan dan kebahagiaan hati yang tercermin dalam semangat untuk taat kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan mengemban cobaan di dalam jalan keimanan dan jauh dari maksiat kepada –Nya dan jiwa bersabar dengan menjauhi kemaksiatan.

Cinta karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan terbukti secara nyata pada kecenderungan, persepsi, perkataan dan perbuatan seorang muslim, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Rasulullah shallallahu alaiahi wa sallam: “Orang beriman yang satu dengan yang lainnya bagai bangunan yang saling menguatkan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain”. HR. Bukhari.
Maksudnya adalah hubungan seorang muslim dengan yang lainnya  kuat dan saling mengikat, di mana seorang muslim tidak tampak dengan prilaku ganjil yang bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak pula berlaku aneh dan menyelisihi sesuatu yang telah ditetapkan oleh Islam. Hadits ini memberikan gambaran nyata tentang kekuatan hubungan seorang muslim yang satu dengan lainnya dan kecintaannya yang benar kepada Islam dan saudaranya di dalam Islam dan inilah makna firman Allah Azza Wa Jalla:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”. (QS. Al-Hujurat: 10).

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13).
Para ulama salaf benar-benar memahami makna ini dan merekapun mengamalkannya dalam kehidupan mereka yang nyata baik pada sisi kehidupan pribadi atau kehidupan bermasyarakat, dan mereka hidup memperjuangkan cinta karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala sehingga memuji mereka pada firman-Nya:

Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (QS. Al-Hasyr: 9).
Maksudnya adalah walaupun mereka dalam keadaan kefakiran atau butuh pada apa yang telah mereka korbankan karena cinta kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala untuk saudara yang seiman.
Dari Ibnu Umar radhiallah anhuma berkata: Sungguh kami melihat di masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di mana tidak ada seorangpun yang lebih berhak menerima uang dinar dan uang dirham yang dimilikinya selain saudaranya semuslim”. Dimanakah letak posisi kita dalam urusan cinta antara sesama muslim karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala jika dibanding dengan para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada zaman sekarang ini?.
Sungguh suatu kepalsuan tentang realita pahit yang mengungkapkan tentang riya’, penipuan dan kebohongan serta kelicikan kita di mana kita melibatkan saudara kita seiman dalam lubang kehancuran dan kebinasan. Seperti inilah kenyataannya, selama cinta tidak didasarkan karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala maka dia menjadi bumerang bagi pelakunya walau masa percintaan cukup lama dan saling memberikan manfaat di dunia, sebab akhir kehidupannya di akherat kelak adalah kehancuran. Allah Subahnahu Wa Ta’ala berfirman:

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Zukhruf: 67).
Di dalam sebuah hadits disebutkan: Tujuh golongan orang yang akan mendapat naungan Allah Subahanahu Wa Ta’ala di hari kiamat pada hari tidak ada naungan kecuali naungan Allah…di antara yang disebutkan adalah dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala, berkumpul karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan berpisah karena-Nya”.

Disebutkan di dalam riwayat Ibnu Abbas radhillahu anhuma pada saat beliau ditanya tentang orang beriman dan tanda-tandanya: Barangsiapa yang saling mencintai karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala, marah karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala, memberi karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan tidak memberi karena -Nya maka dengan hal itu imannya telah sempurna”. HR. Abu Dawud. Maksudnya adalah Allah Subahaahu Wa Ta’ala akan memberikan hamba -Nya kemenangan, dukungan dan bantuan dari Allah Subahanahu Wa Ta’ala karena adanya rasa saling mencintai karena -Nya. Dan seorang hamba tidak akan merasakan manisnya keimanan walau shalat dan puasanya banyak, hingga dia melakukan hal tersebut karena -Nya.
Sebagaimana saling mencintai karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala dianjurkan maka sama halnya dengan benci harus didasarkan karena -Nya, maka seorang muslim harus membenci orang-orang yang memusuhi

Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan Rasul -Nya, dan orang yang menyimpang dari ajaran -Nya serta memusuhi para kekasih Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan para hamba -Nya yang shaleh. jika suasana ini terbentuk maka tidak boleh seorangpun dari kaum muslimin sengaja berlaku baik kepada orang lain dan diam terhadap kemaksiatan saudaranya agar kemaksiatan tersebut tidak menyebar. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tolonglah saudaramu baik dia zalim atau dizalimi”. HR. Bukhari.
Menolongnya sebagai orang yang zalim makasudnya adalah mencegahnya dari berbuat zalim baik zalim terhadap dirinya sendiri dengan melakukan maksiat atau berlaku zalim atas orang lain dengan berbuat criminal terhadap orang lain.

Wahai hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala, Takutlah kepada -Nya dan ketahuilah ikatan keimanan yang paling kuat adalah saling mencintai dan membenci karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala, dan selama cinta dan kebencian tidak didasarkan karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala maka kehidupan tidak akan berjalan lurus dan dalam beberapa waktu saja dia akan hancur.

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka): "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman". Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya. (QS. Al-hijir: 45-48).
Semoga Allah Subahanahu Wa Ta’ala memberikan keberkahannya bagiku dan bagi kalian semua di dalam Al-Qur’an yang mulia, dan Allah Subahanahu Wa Ta’ala memberikan manfaat bagiku dan bagi kalian dengan ayat-ayat  Allah Yang Maha Bijaksana yang tertera di dalamnya. Hanya inilah yang bisa aku katakan dan aku memohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian serta seluruh kaum muslimin kepada Allah yang Maha Mulia dari segala dosa. Mohonlah ampun kepada-Nya dan bertaubatlah kepada Allah, sebab Dia adalah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Khutbah kedua

Segala puji bagi Allah Subahanahu Wa Ta’ala atas segala anugrah kebaikan yang telah diberikan oleh -Nya, dan syukur kepada -Nya atas segala karunia dan pemberian -Nya. Dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya, kesaksian yang mengagungkan Allah Subahanahu Wa Ta’ala, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya, semoga Allah Subahanahu Wa Ta’ala mencurahkan shalawat dan salam yang berlimpah kepada Nabi, para shahabat, keluarga dan semua orang yang mengikuti beliau samapai hari kiamat…amma ba’du:

Wahai sekalian hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala bertaqwalah kepada -Nya dan ketahuilah bahwa cinta ini memiliki posisi yang strategis di dalam masyarakat muslim, orang-orang yang saling mencintai karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan menempati posisi yang sangat mulia dan menempati derajat orang yang bergelar al-siddiqin. Dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagunganKu, pada hari ini Aku menaungi mereka di bawah naunganku pada hari tidak ada naungan kecuali naungan Allah. HR. Muslim.
Dan menziarahi saudara seiman karena rasa rindu dan cinta karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan mendatangkan kecintaan kepada -Nya. Dan orang yang menjenguk orang yang sakit atau menjenguk saudaranya karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan dimasukkan ke dalam surga -Nya, seruan datang kepadanya: Engkau akan merasakan kebaikan dalam hidupmu dan perjalananmu dan semoga engkau mendapat surga sebagai tempat tinggal”.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah kecuali orang yang paling dicintai adalah orang yang paling mencintai saudaranya”. HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim.

Maka sumber cinta karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala adalah keimanan, dan seorang muslim mencintai saudaranya seiman karena ketaatan dan kebaikan pribadi dan akhlaknya, dan membenci orang lain karena kemaksiatan dan kefasikannya, lalu pada saat kemaksiatan dan kefasikan telah menghilang maka kebencianpun harus pupus sebab kebenciannya bukan pada pribadinya namun pada prilakunya.
Inilah yang dapat aku sampaikan, dan curahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi yang datang membawa kabar gembira dan ancaman, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kalian mengucapkan shalawat dan salam di dalam kitab suci -Nya.

 (khutbah Jum'at oleh : Muhammad bin Abdullah bin Mu’aidzir)

dikutip dari => http://indonesian.iloveallaah.com/

 
Read More

Biografi Kahlil Gibran

Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Beshari, Lebanon. Beshari sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak mempengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.

Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898 sampai 1901.

Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.

Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.

Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup yang dilihatnya.

Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.

Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.

Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.
Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.

Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.

Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.

Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.

Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.

Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.

Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.

Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."



Kahlil Gibran
Read More

Hakiki Makna Cinta / intrinsic the meaning of love

Cinta adalah sesuatu.
sesuatu yang susah untuk didefinisikan.
sesuatu yang sarat akan makna.
sesuatu yang dianugerahkan oleh Sang Maha Cinta.
dan sesuatu itu adalah CINTA.

Cinta bukanlah hanya sekedar memuaskan nafsu
dan melampiaskan hasrat semata.
Cinta adalah sebuah karya agung dari Sang Maha Agung.

Bukanlah cinta jika masih ada dusta.
Bukanlah cinta jika tak mampu setia.
Bukanlah cinta jika tak mampu bahagia.
dan bukanlah cinta jika menimbulkan luka.

Cinta bukanlah sekedar rangkaian kata-kata.
cinta lebih bermakna dan lebih indah
daripada keindahan kata Pujangga.
maka carilah cinta yang hakiki,
sebuah perasaan suci yang lahir dari sanubari.
sebuah definisi yang hanya Dia yang mengetahui.
 
Carilah cinta insani,
atas dasar kecintaan kepada Ilaahy.



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Love is something.
something that is difficult to define.
something full of meaning.
something that is conferred by the Supreme Love.
and something that is LOVE.

Love is not only about satisfying lust
and vent their passion alone.
Love is a masterpiece of the Supreme Court.

Is not love if there is still a lie.
Is not love if it was unable to faithful.
Is not love if it could not be happy.
and is not love if it causes injury.

Love is not just a series of words.
love is more meaningful and more beautiful
rather than the beauty of the word poet.

then look for the love of principle,
a sacred feeling that is born from the heart.
a definition that only He knows.
 
look for human love,
on the basis of the love of Ilaahy.
 

Read More

Sya'ir Cinta Sang Rumy (Maulana Jalaaluddien el-Rumi Muhammad Bin Hasin el-Khattabi el Bakri

I.

Cinta mengubah kepahitan menjadi manis
tanah dan tembaga menjadi emas
yang keruh menjadi jernih
si pesakitan menjadi sembuh
penjara menjadi taman
derita menjadi nikmat
kekerasan menjadi kasih sayang
II.
Cintalah yang telah melunakkan besi
mencairkan batu
membangkitkan yang mati
meniupkan kehidupan pada jasad tak bernyawa
mengangkat hamba menjadi sang majikan
.
III.

Cinta bagaikan sayap
dengannya manusia terbang di angkasa
menggerakkan ikan menuju jala sang nelayan
menghantar si kaya meraih bintang di langit ketujuh
Cinta berjalan di gunung
maka gunungpun bergoyang menari

IV.

Cinta itu kekayaan sejati
takkan bersatu dengannya
singgasana raja dan sultan
siapa yang telah mencicipi
takkan ada lagi anggur yang melebihi
Cinta adalah raja diraja
kekuasaan rajapun bersujud di hadapannya
sultan dan khalifah menjadi budaknya


V.

Cinta bagaikan penyakit tanpa obat
setiap penderita meminta ditambahkan penderitaannya
dengan suka cita mereka berharap
kepedihan dan derita dilipatgandakan
Takkan ada minuman di dunia
yang manisnya melebihi racun ini
Takkan ada lagi kesehatan di dunia
yang lebih baik dari penyakit ini
Cinta memanglah penyakit
tetapi, penyakit yang menyembuhkan semua penyakit
siapa saja yang pernah mengidapnya
takkan pernah lagi menderita penyakit lain



VI.

Cinta adalah warisan Sang Adam
sedangkan kecerdikan itu barang dagangan syetan
tempat si cerdik dan bijaksana bersandar pada jiwa dan akalnya
Cinta berarti penyerahan dri
karena akal bagaikan seorang perenang
yang terkadang sampai ke tepian
sering juga tenggelam di tengah jalan
Tak sebanding dengan Cinta ini
ibarat bahtera Nuh yang terselamatkan


VII.

Tidak setiap kita berhak dicintai
karena syarat dicintai adalah akhlak dan keutamaan
namun ambil bagianmu sebagai pecinta dan nikmatillah
Jika dirimu tidak menjadi yang dicintai
maka jadilah yang mencintai



Read More

4.07.2011

Seni Islami

“… Penyebutan Allah pada diri-Nya sebagai badi’ussamawat wal ardh, merupakan penegasan bahwa islam pun menghendaki dalam kehidupan ini suatu keindahan yang tidak lepas dari kesenian. Sebab arti badi’ itu adalah pencipta pertama dan berkonotasi indah.”
Allah meniupkan perangkat sempurna dibanding makhluk lainnya– pada diri manusia. Itulah mengapa Pencipta alam raya ini memberikan gelar ‘Ahsanut Taqwim’ pada bani Adam. Dan tahukah bahwa perangkat itu adalah daya cipta manusia, baik dalam ranah logika maupun estetika (keindahan). Yang disebut terakhir dalam bahasa sehari-hari dapat dikatakan sebagai seni. Dan seni dapat juga diartikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu tinggi.

Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah tentu tidak pernah memasung kreativitas selama masih sejalan dengan kefitrahan itu sendiri. Bahkan dalam beberapa kesempatan, Allah memberikan kesan kepada hambaNya, bahwa Dia adalah Sang Kreator Ulung (badi’). Untuk membuktikannya, mari kita simak bagaimana Allah menciptakan alam raya dengan keindahannya dalam firmanya yang artinya:
“Tidakkah mereka melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana kami meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun.” [QS. Qaf: 6]

Selanjutnya, Allah juga mengajak kita mengamati keindahan tumbuh-tumbuhan ketika berbuah. Dalam firmanNya yang artinya:
“Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan perhatikan pulalah kamatangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” [QS. Al-An'am: 99]

Begitu pula Allah telah menciptakan laut, tidak hanya dapat diambil kesegaran dagingnya, namun juga perhiasan –yang dalam Kitab Jalalain ditafsirkan intan mutiara– yang indah.
“Dan Dia-lah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya (laut itu) daging yang segar, dan kamu dapat mengeluarkan darinya (lautan itu) perhiasan yang kamu pakai…” [QS. An-Nahl: 14]

Untuk itulah mengapa kemudian Imam Ghazali –dalam Ihya’– menyebutkan bahwa orang yang tidak dapat menikmati keindahan alam semesta, niscaya ia menderita penyakit yang kronis, “Siapa yang tidak berkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati.”

Seni Islami

Meskipun Islam bersikap apresiatif terhadap keindahan (baca: kesenian), namun dalam perkembangannya, seni Islam akhir-akhir ini mengalami kemunduran. Hal ini jauh berbeda dengan masa-masa keemasan Islam tempo dulu. Di antara sebab terjadinya karena memang minimnya umat Islam yang mau mengembangkan seni sesuai koridor kefitrahan atau karena sikap kehati-hatian umat Islam karena khawatir masuk dalam keharaman. Sikap ini (meninggalkan seni) mempunyai alasan yang sama dalam transaksi ekonomi sebagaimana yang disinyalir oleh Umar bin Khattab. Beliau mengatakan, “Umat Islam meninggalkan dua pertiga (2/3) dari transaksi ekonomi karena khawatir terjerumus ke dalam (perkara) haram.” Dalam riwayat lain disebutkan “Meninggalkan sembilan persepuluh (9/10) dari transaksi ekonomi.”

Adapun pelabelan seni islami, sebenarnya hanya istilah saja. Sebab Islam datang tidak secara tegas memberikan aturan-aturan tentang kesenian. Maksud dari seni islami adalah kreativitas yang indah yang sejalan dengan nilai-nilai syariat dan fitrah manusia. Hal ini berarti mengecualikan kreasi indah yang tidak sesuai dengan nilai syariat, seperti lukisan yang mengundang syahwat, foto-foto yang membuka aurat (bugil), dan lain sebagainya. Sebab meskipun ada sebagian yang menganggap itu sebagai keindahan –jika anggapan itu benar– tapi telah melewati batas syariat dan fitrah manusia.

Begitu pula lirik-lirik lagu atau syair yang membingungkan pendengar dan mengandung arti yang tidak sesuai dengan kebenaran. Contohnya dapat kita lihat dalam sebuah kisah yang diriwayatkan Imam Ahmad yang menyebutkan dua orang wanita sedang mengenang para pahlawan badar sambil menabuh gendang. Di antara syairnya:
“Dan kami mempunyai Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok.”
Mendengar kalimat ini, Nabi SAW menegur mereka:
“Adapun yang demikian, maka jangan kalian ucapkan. Tidak ada yang mengetahui (secara pasti) apa yang terjadi esok kecuali Allah.”

Media Dakwah

Seni sebagai fitrah manusia tentu mempunyai titik singgung terhadap seluruh individu yang ‘masih baik’ kefitrahannya. Penggunaan seni dalam penguatan dakwah akan menjadi semakin mengena karena seni menggunakan perangkat dasar –fitrah– manusia. Dakwah secara etimologi berarti memanggil atau seruan. Adapun secara terminologi adalah mengajak atau menyeru manusia untuk melakukan kebajikan (amar ma’ruf) dan melarang kejelekan (nahi munkar).

Pemahaman dakwah ini dapat kita tilik dari surat An-Nahl ayat 125, yang terjemahanya :
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebat-debatlah dengan mereka dengan cara yang baik…”

Ayat ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ayat 110 surat Ali Imran yang menerangkan bahwa Allah telah memberikan predikat “khoira ummah” kepada umat Nabi Muhammad. Salah satu perangkat khouira ummah itu adalah perintah ber-amar ma’ruf dan nahi munkar bagi setiap individu umat Islam. Adapun arti ayat yang dimaksud adalah:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari mungkar, dan beriman kepada Allah…”

Sebagai media dakwah, seni budaya mempunyai arah pencapaian kesadaran kualitas keberagamaan Islam yang pada gilirannya membentuk perilaku islami dengan tanpa menimbulkan konflik sosial atau pun gejolak budaya. Selain itu, kesenian dalam kehidupan yang integral juga bisa diarahkan dalam pengembangan seni budaya yang mampu menjadi ‘tembok kokoh’ dari –campur tangan– budaya non islami.
Contoh yang tepat adalah dakwahnya para Walisanga yang telah berhasil ‘mengislamkan’ nusantara dengan tanpa ‘setetes darah’ pun yang tertumpah. Semoga kita sebagai generasi Islam Indonesia mampu memangku amanat untuk tetap menghidupkan ruh Islam dengan atribut seni dan budayanya. Dengan demikian diharapkan Islam di tanah air mempunyai denyut nadi yang utuh sesuai dengan fitrahnya. [Hasem Ibnu Multazam].


Read More

Nasihat Luqman Al-Hakim kepada puteranya



Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, shahabat, keluarga serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat.

Al-Qur’an adalah sumber hukum dan ilmu pengetahuan yang tak pernah kering untuk ditimba, penuh dengan pelajaran, di dalamnya terdapat hikmah dan teladan. Salah satu isi pokok dari Al-Qur’an adalah kisah perjalanan kehidupan para nabi dan rasul serta orang-orang saleh dari umat-umat sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Hikmah diceritakannya sirah manusia-manusia pilihan itu tidak lain karena besarnya manfaat dari keteladanan iman, sifat dan akhlaq mereka. Maka disini akan kami angkat sebuah kisah Luqman al-Hakim yang penuh dengan hikmah bagi kita semua.

1. Tidak menyekutukan Allah.

Sebesar-besar kedzaliman dan kemungkaran adalah menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, artinya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Q.S. Luqman:13)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak akan mengampuni dosa syirik, kecuali ia bertobat dan meninggalkan perbuatannya. Sesungguhnya hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala sajalah yang berhak untuk disembah (Allahu mustahiqqul ‘ibaadah). Dia lah yang berhak dimintai pertolongan. Hanya kepadaNya lah segala urusan diserahkan, takut (khauf), berharap (raja’) hanya layak ditujukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, bukan kepada yang lainnya

2. Berbuat baik kepada kedua orang tua.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS.Luqman: 14)

Di dalam riwayat Bukhari, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Amalan apakah yang dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya”. Ia bertanya lagi, “Kemudian Apa ?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada orang tua”. Ia bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Belau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (shahih Bukhari, V/2227, hadits No.5625)

3. Ketaatan kepada kedua orang tua harus dilandasi oleh ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ketaatan kepada kedua orang tua harus dilandasi oleh ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Karena tidak boleh taat kepada keduanya dalam rangka berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. lebih-lebih menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala (berbuat syirik). Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Luqman: 14).

4. Mengikuti jalan orang-orang yang kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya, “Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15)

Disini Luqman memberikan sebuah nasehat kepada anaknya agar ia mengikuti jejak orang-orang yang kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu para nabi dan rasul serta orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, yang selalu bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang telah diberi Allah Subhanahu Wa Ta'ala hidayah, yaitu tetap dalam agama yang hanif yakni Islam.

5. Allah akan membalas semua perbuatan manusia.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya, “(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui". (QS. Luqman: 16)

“Maka Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. (QS. al Zalzalah: 7-8).

6. Menegakkan shalat.

Shalat adalah tiang agama, sehingga ia tidak akan tegak tanpa shalat. Maka sebagai seorang yang beriman kita diwajibkan menegakkannya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Surah Luqman ayat 17 yang berbunyi, “Hai anakku, dirikanlah shalat”.

Shalat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, artinya, “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. al ‘Ankabuut: 45)

7. Amar Ma’ruf nahi Munkar.
Ada dua komponen penting dalam Islam yang memberikan sebuah dorongan yang kuat kepada setiap muslim untuk mendakwahkan agama yang dianutnya, yaitu Amar ma’ruf nahi mungkar (memerintahkan berbuat kebajikan dan mencegah yang mungkar). Perintah untuk beramar ma’ruf nahi mungkar sangat banyak di dalam Al-Qur’an di antaranya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran:104).

8. Bersabar terhadap apa yang menimpa kita.

Sesungguhnya segala cobaan yang menimpa seorang muslim itu adalah merupakan sesuatu yang mesti terjadi karena itulah bentuk ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, apakah ia sabar atau tidak? Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman:17)

9. Tidak Menyombongkan diri.

Sifat takabur atau merasa besar di hadapan manusia adalah sifat yang dibenci oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagaimana firmanNya, artinya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

10. Bersikap pertengahan dalam segala hal dan berakhlaq yang baik.

Islam tidak menghendaki sikap Ghuluw (berlebih-lebihan) juga tidak menginginkan untuk bersikap tahawun (meremehkan) dalam segala hal termasuk juga dalam perkara-perkara yang menurut penilaian sebagian orang dianggap kecil seperti sikap berjalan, berbicara, dsb.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengatur itu semua sebagaimana dalam firmanNya, artinya, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”(QS. Luqman: 19)

Manusia akan mempunyai nilai jika menampakkan akhlaq yang baik, karena tujuan diutusnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam selain untuk menyeru kepada Allah adalah untuk menyempurnakan Akhlaq dan budi pekerti. Wallahu a’lam.

(Kang Faaiz)





Read More

Seni Dalam Persfektif Islam

Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk memahami fakta (fahmul waqi’) yang menjadi objek penerapan hukum.

Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13).

Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal.

Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik.

Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13-14).
Bahwa hukum menyanyi dan bermain musik bukan hukum yang disepakati oleh para fuqaha, melainkan hukum yang termasuk dalam masalah khilafiyah. Jadi para ulama mempunyai pendapat berbeda-beda dalam masalah ini (Syaikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, hal. 41-42; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96; Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 21-25; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 3).

Karena itu, boleh jadi pendirian penulis dalam tulisan ini akan berbeda dengan pendapat sebagian fuqaha atau ulama lainnya. Pendapat-pendapat Islami seputar musik dan menyanyi yang berbeda dengan pendapat penulis, tetap penulis hormati.

Hukum Melantunkan Nyanyian (al-Ghina’ / at-Taghanni)

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’ / at-taghanni). Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Muhammad al-Marzuq Bin Abdul Mu’min al-Fallaty mengemukakan dalam kitabnya Saiful Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi al-Ghina’ wa Tahrim Istima’ Lahu juga oleh Dr. Abdurrahman al-Baghdadi dalam bukunya Seni dalam Pandangan Islam (hal. 27-38), dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki dalam Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas (hal. 97-101):

Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:

a. Berdasarkan firman Allah:

“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.

Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).

b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].

c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].

d. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].

e. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

f. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

Dalil-Dalil yang Menghalalkan Nyanyian:

a. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).

b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:

Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi].

c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:

Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:

“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:

“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].

e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:

“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].

Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi Saw ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275).

Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’) di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih, yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih:

Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390).

Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:

Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).

Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103).

Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 103).

Hukum Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)

Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian. Sebab memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan mendengar lagu (sama’ al-ghina’). Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki, menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan. Kaidah syariah menetapkan:

Al-ashlu fi al-af’âl al-jibiliyah al-ibahah “Hukum asal perbuatan-perbuatan jibiliyyah, adalah mubah.” (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96).

Maka dari itu, melihat —sebagai perbuatan jibiliyyah— hukum asalnya adalah boleh (ibahah). Jadi, melihat apa saja adalah boleh, apakah melihat gunung, pohon, batu, kerikil, mobil, dan seterusnya. Masing-masing ini tidak memerlukan dalil khusus untuk membolehkannya, sebab melihat itu sendiri adalah boleh menurut syara’. Hanya saja jika ada dalil khusus yang mengaramkan melihat sesuatu, misalnya melihat aurat wanita, maka pada saat itu melihat hukumnya haram.

Demikian pula mendengar. Perbuatan mendengar termasuk perbuatan jibiliyyah, sehingga hukum asalnya adalah boleh. Mendengar suara apa saja boleh, apakah suara gemericik air, suara halilintar, suara binatang, juga suara manusia termasuk di dalamnya nyanyian. Hanya saja di sini ada sedikit catatan. Jika suara yang terdengar berisi suatu aktivitas maksiat, maka meskipun mendengarnya mubah, ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, dan tidak boleh mendiamkannya. Misalnya kita mendengar seseorang mengatakan, “Saya akan membunuh si Fulan!” Membunuh memang haram. Tapi perbuatan kita mendengar perkataan orang tadi, sebenarnya adalah mubah, tidak haram. Hanya saja kita berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang tersebut dan kita diharamkan mendiamkannya.

Demikian pula hukum mendengar nyanyian. Sekedar mendengarkan nyanyian adalah mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu. Sebab mendengar adalah perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi atau syair nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan berdiam diri dan wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nabi Saw bersabda:

“Siapa saja di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya (kekuatan fisik). Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya (ucapannya). Jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya (dengan tidak meridhai). Dan itu adalah selemah-lemah iman.” [HR. Imam Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Majah].

Hukum Mendengar Nyanyian Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’)

Penjelasan sebelumnya adalah hukum mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’). Ada hukum lain, yaitu mendengarkan nyanyian secara interaktif (istima’ li al-ghina’). Dalam bahasa Arab, ada perbedaan antara mendengar (as-sama’) dengan mendengar-interaktif (istima’). Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana, dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Jadi kalau mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah.

Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut.

Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah SWT berfirman:

“Maka janganlah kamu duduk bersama mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140).

“…Maka janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).

Hukum Memainkan Alat Musik

Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw:

“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 24).

Adapun selain alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan.

Dalam hal ini penulis cenderung kepada pendapat Syaikh Nashiruddin al-Albani. Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if. Memang ada beberapa ahli hadits yang memandang shahih, seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, Imam an-Nawawi dalam Al-Irsyad, Imam Ibnu Katsir dalam Ikhtishar ‘Ulumul Hadits, Imam Ibnu Hajar dalam Taghliqul Ta’liq, as-Sakhawy dalam Fathul Mugits, ash-Shan’ani dalam Tanqihul Afkar dan Taudlihul Afkar juga Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim dan masih banyak lagi. Akan tetapi Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya Dha’if al-Adab al-Mufrad setuju dengan pendapat Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla bahwa hadits yang mengharamkan alat-alat musik adalah Munqathi’ (Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Dha’if al-Adab al-Mufrad, hal. 14-16).

Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, juz VI, hal. 59 mengatakan:

“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57).

Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.

Hukum Mendengarkan Musik

Mendengarkan Musik Secara Langsung (Live)

Pada dasarnya mendengarkan musik (atau dapat juga digabung dengan vokal) secara langsung, seperti show di panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya sama dengan mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya.

Jika terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat, atau terjadi penampakan aurat, maka hukumnya haram.

Jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74).

Mendengarkan Musik Di Radio, TV, Dan Semisalnya

Menurut Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74-76) dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki (Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 107-108) hukum mendengarkan musik melalui media TV, radio, dan semisalnya, tidak sama dengan hukum mendengarkan musik secara langsung sepereti show di panggung pertunjukkan. Hukum asalnya adalah mubah (ibahah), bagaimana pun juga bentuk musik atau nyanyian yang ada dalam media tersebut.

Kemubahannya didasarkan pada hukum asal pemanfaatan benda (asy-yâ’) —dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya— yaitu mubah. Kaidah syar’iyah mengenai hukum asal pemanfaatan benda menyebutkan:

Al-ashlu fi al-asy-yâ’ al-ibahah ma lam yarid dalilu at-tahrim “Hukum asal benda-benda, adalah boleh, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 76).

Namun demikian, meskipun asalnya adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban. Kaidah syar’iyah menetapkan:

Al-wasilah ila al-haram haram “Segala sesuatu perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, hal. 86).

Pedoman Umum Nyanyian dan Musik Islami

Setelah menerangkan berbagai hukum di atas, penulis ingin membuat suatu pedoman umum tentang nyanyian dan musik yang Islami, dalam bentuk yang lebih rinci dan operasional. Pedoman ini disusun atas di prinsip dasar, bahwa nyanyian dan musik Islami wajib bersih dari segala unsur kemaksiatan atau kemungkaran, seperti diuraikan di atas. Setidaknya ada 4 (empat) komponen pokok yang harus diislamisasikan, hingga tersuguh sebuah nyanyian atau alunan musik yang indah (Islami):

1. Musisi/Penyanyi.

2. Instrumen (alat musik).

3. Sya’ir dalam bait lagu.

4. Waktu dan Tempat.

Berikut sekilas uraiannya:

Musisi/Penyanyi

a) Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya.

c) Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria. Ini semua haram.

Instrumen/Alat Musik

Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan para shahabat, maka di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat adalah:

a) Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim.

Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung maksud si pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Sya’ir

Berisi:

a) Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya) dan nahi munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan sebagainya)

b) Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya.

c) Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia.

d) Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama.

e) Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.

Tidak berisi:

a) Amar munkar (mengajak pacaran, dan sebagainya) dan nahi ma’ruf (mencela jilbab,dsb).

b) Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an.

c) Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah.

d) Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan sebagainya).

e) Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.

4). Waktu Dan Tempat

a) Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan, hari raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya.

b) Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib).

c) Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat).

d) Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat (campur baur).

Demikian Materi Seni dalam Perspektif / Pandangan Islam , dimana Seni dapat dihalalkan dan diharamkan sesuai situasi dan Kondisi nya . Seni juga dapat menjadi media penyampaian dakwah , seperti Wayang yang digunakan oleh para Wali Songo di Indonesia untuk berdakwah.



Read More