Salam

Salam Ramadlan

6.12.2011

Dawai Sufi (Alfutuhat)

Allaah


Hidup adalah ibadah
Dalam ayat-Nya Allah berfirman,
Wama kholaqtul jinna wal insa illa liya'bududun
Lama aku tidak percaya dengan ayat ini
Fikirku aku hanya disuruh shalat, puasa dan dzikir
Apalagiketika aku berfikir tentang ayat,
Wa'bud robbaka hatta ya'tiyakal yakin,
Demi Allah, aku tidak sanggup untuk beribadah terus menerus...
Aku bingung
Aku takut
Aku lari dari pendapatku sendiri 


Suatu hari aku bertanya kepada guruku
Guruku mengatakan, "Tidak salah pendapatmu, tapi kurang".
Ketahuilah.....
Dalam ayat lain Allah juga berfirman
Wala tansa nasibaka minaddunya
Dan La yukallifullahu nafsan illa wus'aha
Jelas Allah tidak hanya menyuruh kitauntuksholat dan puasa
Allah juga menyuruh kita untukmencari dunia
Bahkan Allah melarang kita untuk membebani diri kita dengan beban yang berat
Sehingga kita tidak mampu memikulnya
Walaupun itu ibadah

Ketauhillah.....
Ibadahitu bukan bentuk lahirnya
Banyak perkara dunia yang berubah menjadi amal dunia karena niat
Banyak perkara yang kadang menurut kita tidak ada nilainya tetapi
Disisi Allah sangat berharga
Engkau makan,minum, tidur, cari nafkah, menikah
Tetapi di niati untuk menguatkan ibadah
Itulah arti Wama kholaqtul jinna wal insa illa liyakbudun
Dan engkau dapat istiqomah sholat, puasa, dzikir
Dengan bantuan makan, minum dan menikah
Itulah artiWa'bud robbaka hatta ya'tiyakal yaqin
Jikaengkau sholat, puasa tetapi tidak makan dan minum
Pasti engkau akan mati
bukankah ini bunuh diri dan jelas tidak ibadah ?
Engkau hanya sholat, puasa dan dzikir tetapi tidak menikah
Sehingga suatu ketika terjerumus zina, apakah arti semua ibadahmu ?


Ingatlah Allah pencipta manusia dengan ukuran dan aturan
Janganlah engkau mempertahankan kebodohanmu
Janganlah engkau hancur hanya karena pemahamanmu yang salah
Dan ingatlah pesan Allah Alladzina yastami'unal qoula
Fayattabi'una ahsanah.....

Orang-orang yang mendengarkan pendapat
Kemudian mengikuti pendapat yang paling bagus
Merekalah yang diberi petunjuk Allah
Dan merekalah orang-orang yang beruntung....


Read More

Do'a Cinta-ku

Cinta Ilaahi





“Ya Allah,
karuniailah aku dengan cinta kepada-Mu,
cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu,
cinta kepada orang-orang
yang mendekatkan aku akan cinta-Mu,
dan jadikanlah cintaku kepada-Mu
lebih dari cintaku pada diriku sendiri
dan dari kecintaanku akan air yang sejuk."



Kita juga menginginkan yang demikian itu.
Semoga keinginan kita juga dikabulkan Allah swt. Amin.
so.. berdo'a, berusaha, dan berserah diri pada-Nya, Insyallaah kita diberikan cinta yg hakiki.
amien.

Read More

6.09.2011

Fatwa MUI Tentang Haramnya Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
 
Nomor   : 7/Munas VII/MUI/11/2005
Tentang  : Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama



Bismillahirrahmanirrahim


Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 :
Menimbang :
  1. Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama serta paham-paham sejenis lainnya dikalangan masyarakat;
  2. Bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut;
  3. Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Al-Imram [3] : 85)
  2. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam..” (QS. Al-Imran [3] : 19)
  3. “Untukmulah agamamu, dan untukkulah agama-ku”. (QS. Al-Kafirun [109] : 6)
  4. “Dan tidak patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetpkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al-Ahzab [33] : 36)
  5. “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlakuk adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan kawanmu orang-orang yang memernagi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mreka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Mumtahinah [60] : 8-9)
  6. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamju melupakan bahagaianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orng-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashash [28] : 77)
  7. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah”. (QS. Al-An’am [6] : 116)
  8. “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. Al-Mu’minun [23] : 71)

  1. Hadist Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam:
    1. Imam Muslim (wafat 262) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salllam :“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
    2. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi, yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang berama Majusi, di mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (Riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih Bukhari).
    3. Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal Najran, bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi dari Ban Quraizhah (Sayyid Quraizhah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Memperhatikan : Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : Fatwa Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama

Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan,
  1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
  2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
  3. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuaid engan akal pikiran semata.
  4. Sekulerisme agama adalah memishkan urusan dunia dari agama, agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Kedua : Ketentuan Hukum
  1. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
  2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekulerisme dan Liberalisme agama.
  3. Dalam masalah aqidahdan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
  4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain lain (pluralitas agama), dalam maslah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan agama lain sepanjang tidak saling merugikan.



Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H/28 Juli 2005 M.
Musyawarah Nasional VIIMajelis Ulama Indonesia

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa


KH. Ma’ruf Amin
Ketua


Drs. H.Hasanuddin M. Ag
Sekretaris

Pimpinan Sidang Pleno:

Prof. Dr. H. Umar Shihab
Ketua.


Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin
Sekretaris.
Read More

Ruling on taking boyfriends or girlfriends

Question:
I am deeply in love with a Muslim man and want to marry him. I know that Allah forbids girlfriend-boyfriend relationships, and feel very sorry in my heart for our relationship. I feel that because we have been in this relationship which is abhorred by Allah, he will never marry me because he has lost respect for me. What does the Quran say about this?
 




Praise be to Allaah.


Allaah says (interpretation of the meaning):
“…..... they marry with the consent of their masters, and give them according to proper dowry, are they the women who maintain themselves, not the adulterer and not (also) a woman who takes another man as a pet; [al-Nisaa’ 4:25]

In his commentary on this aayah, Ibn Katheer (may Allaah have mercy on him) said:
“Muhsanaat [translated as “chaste”] means that they should be pure, not indulging in zinaa (unlawful sexual conduct), hence they are described as not being musaafihaat, which means promiscuous women who do not refuse anyone who wants to commit immoral acts with them.  Regarding the phrase wa laa muttakhidhaati akhdaan (‘nor taking boyfriends’), Ibn ‘Abbaas said: ‘al-musaafihaat means those who are known to commit zinaa, meaning those who will not refuse anyone who wants to commit immoral acts with them.’ Ibn ‘Abbaas also said: ‘muttakhidhaati akhdaan means lovers.’ A similar interpretation was narrated from Abu Hurayrah, Mujaahid, al-Sha’bi, al-Dahhaak, ‘Ataa’ al-Khurasaani, Yahyaa ibn Abi Katheer, Muqaatil ibn Hayyaan and al-Saddi. They said:  (it means) lovers. Al-Hasan al-Basri said: ‘It means a (male) friend.’ Al-Dahhaak also said: ‘wa laa muttakhidhaati akhdaan also means a woman who has just one boyfriend or lover with whom she is happy. Allaah has also forbidden this, meaning marrying her so long as she is in that situation…’”

Allaah says (interpretation of the meaning):

“Made lawful to you this day are al-tayyibaat [all kinds of halaal (lawful) foods…]. The food of the People of the Scripture (Jews and Christians) is lawful to you and yours is lawful to them. (Lawful to you in marriage) are chaste women from the believers and chaste women from those who were given the Scripture (Jews and Christians) before your time, when you have given their due mahr (bridal money given by the husband to the wife at the time of marriage), desiring chastity (i.e., taking them in legal wedlock), not committing illegal sexual intercourse, nor taking them as girlfriends. And whosoever disbelieves in the Oneness of Allaah and in all the other Articles of Faith, the fruitless is his work, and in the Hereafter he will be among the losers.” [al-Maa’idah 5:5]

Ibn Katheer (may Allaah have mercy on him) said:

“Muhsineen ghayr musaafiheen wa laa muttakhidhi akhdaan (‘desiring chastity (i.e., taking them in legal wedlock), not committing illegal sexual intercourse, nor taking them as girlfriends’).  Just as Allaah imposed the condition of chastity on women, meaning that they refrain from zinaa, so it is also imposed on men.  The man must also be pure and chaste. So they should be ghayr musaafiheen, meaning they should not be adulterers who do not refrain from sin and do not refuse any who come to them (for immoral purposes).  Nor should they be muttakhidhi akhdaan, meaning those who have girlfriends or female lovers with whom they have an exclusive relationship, as quoted above from Soorat al-Nisaa’.  (The one with many lovers or the one with just one lover) are both the same.  For this reason Imaam Ahmad ibn Hanbal (may Allaah have mercy on him) said that it is not right to marry a promiscuous woman unless she has repented, or to arrange a marriage of such a woman to a chaste man, so long as she is still conducting herself in this manner. Similarly, he (Ahmad) says that it is not right for a promiscuous man to marry a chaste woman unless he repents and gives up his immoral conduct, because of this aayah…
We will discuss this matter in further detail after quoting the aayah (interpretation of the meaning):

“Let no man guilty of fornication or adultery marry any but a woman similarly guilty, or an unbeliever: nor let any but such a man or an unbeliever marry such a woman: to the Believers such a thing is forbidden.” [al-Noor 24:3]

Among the stories that show that it is forbidden to have girlfriends or to marry them is the story of Marthad ibn Abi Marthad, who used to smuggle Muslim prisoners-of-war from Makkah to Madeenah.  There was a prostitute in Makkah, called ‘Anaaq, who had been a friend of Marthad’s.  Marthad had promised to take one of the prisoners from Makkah to Madeenah.  He said: “I came to the shade of one of the gardens of Makkah on a moonlit night, then ‘Anaaq came and saw my shadow by the garden. When she reached me, she recognized me and said: ‘Marthad?’ I said, ‘Marthad.’  She said: ‘Welcome! Stay with us tonight.’ I said, ‘O ‘Anaaq, Allaah has forbidden zinaa (unlawful sexual relations)’ … I came to the Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) and asked him, ‘O Messenger of Allaah, should I marry ‘Anaaq?’ The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) remained silent and did not answer me at all, until the aayah ‘Let no man guilty of adultery or fornication marry any but a woman similarly guilty, or an Unbeliever; nor let any but such a man or an Unbeliever marry such a woman; to the Believers such a thing is forbidden’ [al-Noor 24:3 – Yusuf ‘Ali’s translation] was revealed.  Then the Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) said:
‘O Marthad, Let no man guilty of adultery or fornication marry any but a woman similarly guilty, or an Unbeliever; nor let any but such a man or an Unbeliever marry such a woman, so do not marry her.’”

(Reported by al-Tirmidhi, 3101; he said: it is a hasan ghareeb hadeeth).

‘Abd-Allaah ibn Maghfal reported that there was a woman who had been a prostitute during the days of ignorance (before Islam).  A man passed by her, or she passed by him, and he touched her.  She said: “Stop it! (Mah! A word connoting a rebuke or denunciation).  Allaah has done away with shirk and had brought Islam.”  So he left her alone and went away, still looking at her, until he walked into a wall, hitting his face.  He came to the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) and told him what had happened.  The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said: “You are a man for whom Allaah wishes good. When Allaah, may He be blessed and exalted, wishes good for His slave, He hastens the punishment for his sin, so that it is dealt with before the Day of Resurrection.” (Reported by al-Haakim, 1/349, who said this hadeeth is saheeh according to the conditions of Muslim, and al-Dhahabi agreed with him. See Saheeh al-Jaami’, 308).

These aayaat and ahaadeeth clearly indicate that it is haraam (forbidden) for men to have any kind of friendship or relationship with non-mahram women (women to whom they are not closely-related and to whom they could get married).  The evil consequences and misery caused by such relationships are obvious to anyone who observes real life.

We ask Allaah to keep us far away from that which is forbidden, to protect us from all that may earn His wrath and to keep us safe from a painful punishment. May Allaah bless our Prophet Muhammad.
source from :
Islam Q&A
Sheikh Muhammed Salih Al-Munajjid
Read More

6.07.2011

Al-Qur'an di Hati Seorang Muslim



Ada beberapa pertanyaan yang selalu menggelayuti hati ketika melihat kondisi kaum muslimin.
Pertanyaan itu sebagai berikut :

Bukankan Allah itu Maha Penyayang dan sangat menyayangi umat beriman ?.

Bukankan Allah itu Maha berkuasa dan mampu menjayakan kaum muslimin ?.

Bukankan Al Qur’an yang kita baca dalam shalat kita adalah sumber kebahagiaan, kejayaan, kemakmuran bagi yang mengamalkannya ?.

Bukankah kaum muslimin itu umat terbaik yang diutus untuk memimpin, bukan dipimpin umat lain, mendidik bukan dididik umat lain ?. 

Bukankah umat Islam dijadikan Allah sebagai umat yang satu ?.

Lalu kalau kita ingin memproyeksikan hakekat di atas dengan kondisi kaum muslimin pada masa kini, maka hasilnya akan menuntut kita untuk lebih merenung, dimana kejayaan kaum muslimin ?, dimana harga diri kaum muslimin, bahkan dimana harga darah seorang muslim di mata kaum muslimin sendiri ?, dimana kepemimpinan, kejayaan kaum muslimin diatas kaum yang lainnya ?, dimana solidaritas sesama kaum muslimin ? dalam skala nasional maupun internasional .
Kemudian saya membaca ayat ini :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد:16)
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik" ( QS. Al-Hadiid: 16)
Dan merenungi rintihan Rasulullah kepada Robbnya dengan mengatakan :
)وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً) (الفرقان:30)
"Berkatalah Rasul: wahai Robbku sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sesuatu yang ditinggalkan”. QS. Al-Furqaan: 30
Ditinggalkan karena mereka tak membacanya, atau tidak mau merenungi maknanya atau tidak mau mengamalkan isinya.
Yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan diatas adalah kita bersama merenungi sambutan Rasulullah dan  para   sahabat   terhadap   Al Qur’an   dan   bagaimana kedudukan Al Qur’an dihati mereka.

Bagaimana Al Qur’an di hati Rasulallah dan para sahabat ? 

Pertama :
para sahabat memandang kebesaran Al Quran dari kebesaran yang menurunkannya, kesempurnaannya dari kesempurnaan yang menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Qur’an turun dari Raja, Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui, Maha Kasih Sayang, sebagaimana ditekankan oleh Allah dalam berbagai permulaan surat :
} تنـزيل الكتاب من الله العزيز الحكيم{  سورة الزمر، الجاثية، الأحقاف،  }تنـزيل الكتاب من الله العزيز العليم  { سورة  المؤمن،  } تنـزيل من الرحمن الرحيم{ سورة فصلت } كذلك يوحي إليك وإلى الذين من قبلك الله العزيز الحكيم ،له ما في السموات وما في الأرض وهو العلي العظيم  { سورة الشورى

Dari pandangan ini mereka menerima Al Qur’an dengan perasaan bahagia campur perasaan hormat, siap melaksanakan perintah dan perasaan cemas dan harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam, bagaimana tidak ?, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat kehormatan bermunajat dengan Allah, sekaligus seperti seorang prajurit yang menerima perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing mendapat pengarahan dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah yang digambarkan oleh Allah dalam Firmannya :

} أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذرية آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذرية إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجدا وبكياً{ (سورة مريم الآية : 58

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis" (QS. Maryam: 58)


} إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجداً ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لمفعولاً ويخرون للأذقان ويزيدهم خشوعاً {  (سورة الإسراء: 107-109)

"Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi"(108) Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' " ( QS. Al-Israa: 107-109)

Perasaan diatas  menyebabkan Umu Aiman menangis ketika teringat akan wafatnya Rasulullah. Suatu saat Abu Bakar dan Umar berkunjung kepada ibu asuh Rasulallah, Ummu Aiman dan ketika mereka duduk, menagislah Ummu Aiman karena teringat wafatnya Rasulallah, maka berkatalah Abu Bakar  dan  Umar, “Kenapa anda menangis sementara Rasulullah mendapatkan tempat yang mulia” ? Ummu Aiman menjawab, "Saya menangis bukan karena meninggalnya beliau melainkan karena  terputusnya wahyu Allah yang datang kepada beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah tangisan mereka bertiga .

Dari perasaan diatas para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an untuk dilaksanakan secara spontan tanpa menunggu-nunggu dan tanpa protes sedikitpun, walau-pun hal itu bertentangan dengan kebiasaan mereka, tapi mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan kecintaan kepada Allah.

Ketika turun perintah untuk memakai jilbab pada surat Al Ahzab : 59, malam hari Rasulallah menyampaikan ayat itu kepada para sahabat, pagi harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab semua, bahkan `Aisyah mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor, mereka diperintah untuk memakai hijab pada malam hari sementara pada  paginya mereka sudah memakainya, bahkan ada yang merobek kelambu mereka untuk dijadikan jilbab".

Ketika diharamkannya khomer dan ayat itu sampai kepada mereka, saat itu juga langsung mereka membuang simpanan khomernya dan menuang apa yang masih berada pada tangannya.
Salah satu rahasia keajaiban para sahabat dalam berinteraksi dengan Al Qur’an adalah keimanan mereka kepada Allah, surga dan neraka-Nya, juga kepada janji-Nya, sehingga mereka melakukan sesuatu yang apabila dilihat oleh orang yang tak/tidak memahami latar belakang ini akan sulit menafsirkannya.
Seperti ketika mereka membaca tentang janji Allah buat orang-orang yang berjihad karena cinta kepada Allah, seorang sahabat yang bernama Umair bin Hamam sedang makan korma bertanya: wahai Rasulullah, “Dimana saya kalau saya mati dalam perang ini ? Rasululloh menjawab "Di sorga", berkatalah Umair : "Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai  menghabiskan makan kurma tujuh biji ini adalah sangat lama”, dan akhirnya dibuanglah sisa kurma yang belum dimakan dan langsung memasuki pertempuran sampai menemui syahidnya.

Kondisi keimanan yang tinggi ini menjadi episode kehidupan mereka untuk menjadi bagian dari yang diceritakan oleh Allah dalam Al Qur’an, Hal itu seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap orang-orang muhajirin atau perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah, seperti yang Allah ceritakan dalam surat Al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan tamu dan beliau tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau tawarkan hal itu kepada sahabatnya, siapa yang bersedia membawa tamu beliau, dengan sepontan salah satu sahabat bersedia, tetapi ketika sampai rumah ternyata istrinya bilang bahwa tidak ada persediaan makanan kecuali makan malam anaknya, maka sahabat tadi memerintahkan istrinya agar mengeluarkan makanan tadi untuk tamunya dan mengeluarkan dua piring kemudian segera mematikan lampu ketika tamunya sedang makan, tamunya makan dan tuan rumah menampakkan seakan-akan ikut makan bersama, agar dia bisa makan dengan enak,  ketika sampai pagi hari sahabat tadi bertemu dengan rasul dan beliau bilang kalau Allah heran dengan apa dia lakukan, maka turunlah firman Allah ayat kesembilan dari surat al Hasyr.

Kedua :
Rasulullah dan para sahabat memandang Al Qur’an sebagai obat bagi segala penyakit hati dan ketika mereka membaca Al Quran yang berbicara tentang segala kelemahan hati, penyakit hati, mereka tidaklah merasa tersinggung bahkan mereka berusaha mengoreksi hati mereka dan membersihkan segala sifat yang dicela oleh Al Qur’an serta berusaha untuk bertaubat dari apa yang dikatakan buruk oleh Al Qur’an .
Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan sifat-sifat munafiqin mulai dari malas shalat, sedikit berdzikir, pengecut, mengambil orang kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat segera mengkoreksi hati mereka dan mencari obatnya, walaupun mereka tidak dihinggapi penyakit itu, berkatalah Abdullah ibnu Mulaikah :
“Aku mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau terkena penyakit nifaq”. 

Ketika sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi keimanan, maka segeralah ia datang kepada Rasulallah dengan mengatakan “Ya Rasulallah nifaqlah Handholah”, berkatalah Rasul Allah : "Kenapa ?" Handlolah menjawab:  “Wahai Rasul Allah kalau saya sedang berada disamping engkau dan engkau ingatkan kami dengan sorga dan neraka, jadilah sorga dan neraka seakan-akan jelas dimata kami, tapi jika kami pulang dan bergaul dengan anak istri serta sibuk dengan harta kami, kami banyak lupa, bersabdalah Rasulallah, “Wahai Handholah kalau kalian berada dalam kondisi seperti itu  (seakan melihat sorga dan neraka) terus menerus pastilah para malaikat menyalami kalian dijalan-jalan kalian”.


Dari sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al Qur’an, ia bisa mengalahkan perasaan ingin dekat dengan istrinya pada malam pertama dan ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid, padahal ia belum sempat mandi junub, sehingga Rasulullah bersabda bahwa ia dimandikan oleh para malaikat .


Ketiga :
Para sahabat memandang bahwa Al Qur’an adalah nasehat dari Dzat yang amat sayang dengan mereka yang sangat perlu didengar, yang berarti bahwa mereka sangat menyadari kalau mereka bisa salah, tapi akan segera kembali kepada kebenaran manakala ada teguran dari Al Qur’an.
Ma’qil bin Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah seorang sahabat, tapi kemudian di cerainya sampai habis masa iddahnya, kemudian bekas suami tadi melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah beliau tolak  lamarannya dan bertekad untuk tidak menikahkan kembali keduanya, padahal adiknya juga masih cinta dengan bekas suaminya serta ingin kembali kepadanya. Dengan kejadian ini Allah menurunkan ayat :
)وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) (البقرة:232)

"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" QS. Al-Baqarah: 232

Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya lagi dengan sahabat mantan suamiya .
Sahabat hidup dengan misi, “Risalah menyelamat-kan seluruh manusia dari perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa dan mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”, dan pastilah kaum yang membawa misi demikian ada pendukung dan musuhnya, maka mereka menjadikan Al Qur’an sebagai pembimbing untuk mengetahui musuh-musuh Allah, dan musuh mereka, siapa wali-wali mereka dan wali-wali Allah dan mereka memperlakukan manusia sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah, mereka cinta terhadap ayah, anak,  istri, serta kerabat mereka. Tetapi jika yang dicintai itu memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka segera merubah sikapnya dengan hanya memihak Allah dan mencabut perasaan cintanya kepada selain Allah, Allah berfirman :

}لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) (المجادلة:22)

." Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung" QS. Al-Mujaadilah: 22

Ayat ini turun berkenaan ketika Abu Ubidah bin Jaroh membunuh ayahnya di perang Badar, karena ayahnya bersama pasukan kuffar Quraisy .

Keempat :
Para sahabat memandang bahwa seluruh alam semesta dan diri mereka adalah ciptaan Allah dan tidak mungkin membudidayakan alam semesta serta mengatur mereka kecuali Dzat yang menciptakannya, sehingga mereka meyakini bahwa keimannya menuntut untuk menjadikan Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya,  mereka menjadikan Al Quran sebagai way Of live –pedoman hidup- mereka dan sangat sensitif terhadap usaha-usaha yang akan memisahkan satu bagian sistim Islam dengan bagian yang lainnya.
Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar berpidato ketika banyak orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan mengatakan :
أينقص الدين وأنا حي !! والله لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه إلى رسول الله e لقاتلتهم على منعه رواه مسلم .
“Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup, demi Allah kalau mereka menghalangi tali yang mereka serahkan kepada Rasulallah pastilah aku perangi mereka atas keengganannya”.

Mereka menyadari betul adanya perbedaan antara orang yang belum mampu melaksanakan, dengan orang yang sengaja memilih-milih apa yang mau dilakukan dan apa yang ditolak.
Yang pertama masih dalam ruang lingkup iman seperti Raja Habsyi yang dishalati ghoib oleh Rasulallah, padahal ia belum melaksanakan hukum Islam, karena belum mampu. Adapun yang sengaja pilih-pilih seperti memilih beras, mereka mencap orang tersebut  sudah keluar dari Islam atau munafiqin, sebagaimana yang Allah firmankan :
} أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ{ (البقرة: من الآية85)

“Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan kafir terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan orang yang melakukan demikian kecuali kehinaan didunia dan dihari qiamat mereka dikembalikan ke adzab yang sangat keras. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” QS. Al-Baqarah: 85
 

Keuniversalan dan keintegralan Al Qur’an ini digambarkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib dalam ucapannya :
هو كتاب الله فيه نبأ من قبلكم ،وخبر ما بعدكم وحكم ما بينكم هو الفصل ليس بالهزل من تركه من جبار قصمه الله ومن ابتغى الهدى في غيره أضله الله وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم وهو الذي لا تزيغ به الأهواء، ولا تلتبس به الألسنة ولا يشبع منه العلماء ولا يخلق عن كثرة الردّ ولا تنقضي عجائبه وهو الذي لم تنته الجن إذا سمعته حتى قالوا  } إنا سمعنا قرآناً عجباً،  يهدى إلى الرشد فآمنا به  { من قال به صدق ومن عمل به أجر ومن حكم به عدل ومن دعا إليه هدي إلى صراط مستقيم .

“Dia adalah Kitabullah yang di dalamnya ada berita orang sebelum kalian, kabar apa yang terjadi setelah kalian, hukum diantara kalian, dia adalah keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa meninggalkannya dengan kesombongan pasti dihancurkan oleh Allah , barang siapa mencari petunjuk dari selainnya akan disesatkan oleh Allah, dialah tali Allah yang kokoh, dialah peringatan yang bijaksana, dialah jalan yang lurus, dialah yang dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng, dan tidak akan rancu dengannya lisan, dan tidak kenyang-kenyangnya dari (membacanya, mempelajarinya) para ulama, tak akan usang karena diulang-ulang, dan tak habis-habis keajaibannya, dan dialah yang jin tak henti-hentinya dari mendengarnya sehingga dia mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya", barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barang siapa menghukumi dengannya pastilah adil, barang siapa mengajak kepadanya pasti di tunjuki kejalan yang lurus.

Kelima :
Para sahabat memandang bahwa Al Qur`an adalah kasih sayang dari Allah, mereka melihat bahwa seluruh isi Al Quran, baik itu aqidah, hukum, perintah, larangan serta berita–beritanya hanyalah untuk kebaikan manusia, maka mereka menerimanya dengan senang hati, adapun yang menolak hukum Islam pada dasarnya adalah lebih memihak kepada para pemeras orang lemah dari pada memihak orang yang diperas, lebih sayang dengan para pembunuh dari pada yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong dan pemerkosa dari pada yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Allah dari pada memihak Allah, dan  secara implisit menuduh Allah keras dan dholim, orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.

Sedangkan para sahabat memahami hal tersebut di atas sebagaimana memahami wajibnya puasa dari firman Allah :
" كتب عليكم الصيام "
"Telah diwajibkan bagi kalian untuk berpuasa" QS. Al-Baqarah
Mereka juga memahami wajibnya  jihad,  menegakkan qishos, mengamalkan wasiyat dengan firman Allah :
}
كتب عليكم القصاص{ }كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت  {  }كتب عليكم القتال{ سورة البقرة

"Telah diwajibkan bagi kalian hukum qishash" "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut" "Diwajibkan bagi kalian untuk berperang" QS. Al-Baqarah

Para sahabat menjadikan Al Qur’an sebagai penerang hakekat hidup, dari Al Qur’an mereka mengetahui bahwa dunia ini hanya seperti tanaman di ladang yang hijau kemudian menguning dan hancur, maka mereka sangat zuhud dengan dunia, mereka mengetahui dari Al Qur’an bahwa rizqi, umur sudah ditentukan oleh Allah dan tidak akan berkurang karena perjuangan, maka mereka terus berjuang dan berjihad tanpa takut mati dan tidak pula takut kehilangan harta, mereka mengetahui bahwa mereka diciptakan dalam kondisi bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, kecerdasan dan kekuatan fisik untuk menguji mereka akan tugas yang mereka pikul, maka ketika mereka menjadi para gubernur dan kholifah mereka melihat itu semua sebagai tugas bukan suatu kehormatan, apalagi ketika mereka mendengar Rasulallah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim :

" ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصيحة إلا لم يجدها رائحة الجنة "  (متفق عليه )

“Tidaklah ada seorang hamba yang dijadikan Allah memimpin rakyat kemudian tidak serius dalam memikirkan kemaslahatannya kecuali tidak akan mencium baunya sorga” HR. Muttafaq 'alaih.


" ما من وال يلي رعية من المسلمين فيموت وهو غاش لهم إلا حرم الله عليه الجنة " ( متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang wali (pemimpin) rakyat dari kaum muslimin kemudian mati dalam kondisi curang terhadap mereka kecuali Allah haramkan atas dia sorga” HR. Muttafaq 'alaihi.

Para sahabat ketika mendengar hadits ini mereka langsung bersungguh-sungguh dalam memikirkan nasib rakyatnya, sangat berhati hati dalam mengelola harta rakyat sampai Kholifah Umar mengatakan, “Saya menempatkan diri saya dengan baitul mal ini seperti wali yatim dengan harta anak yatim, kalau kaya tidak makan sama sekali darinya dan kalau miskin makan secukupnya”, dan pantaslah Umar dalam musim kelaparan ikut merasakan dan ikut terdengar keroncongan perutnya, beliau mengatakan kepada perutnya :
قرقري أو لا تقرقري فإنك لن تشبعي حتى يشبع المسلمون .

“Silahkan perutku engkau keroncongan atau tidak keroncongan, engkau tak akan kenyang kecuali kalau seluruh kaum muslimin sudah kenyang”.

Dan itu semua dikarenakan para sahabat diberi keimanan sebelum menerima Al Quran sehingga mereka selalu membacanya siang dan malam dan memiliki waktu mingguan dan bulanan dalam menghatamkan bacaan Al-Qur’an, mereka tidak pernah merasa kenyang dari membaca Al Qur’an dan mentadaburinya sebagaimana Allah ceritakan kondisi mereka :

" الذين آتيناهم الكتاب يتلونه حق تلاوته أولئك يؤمنون به "

“Orang-orang yang Kami berikan kitab, mereka membacanya dengan sebenar-benar bacaan mereka itulah orang yang benar–benar beriman dengannya”.


" أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه قل هل يستوى الذين لا يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أو لو الألباب . سورة الزمر : الآية :9

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran" (QS. Az-Zumar: 9).


Mereka tidak hanya mencukupkan diri dengan membaca, akan tetapi tapi mereka mentadabburinya sehingga diantara mereka ada yang mengulang-ulang satu ayat dalam shalatnya sampai fajar.
Terakhir, mereka melihat Al Quran sebagai sesuatu yang mengorbit kepada tauhid yang isinya berkisar :

أ -  التوحيد : معرفة الله توحيده وجلاله، عظمته، ورحمته، وقربه من عبادة
.
A : Tauhid: Mengetahui Allah bahwa Dia adalah yang Maha Esa, Agung, Mulia, Pemberi Rahmat dan dekat dengan hamba-Nya.

ب -  آيات التوحيد و قدرة الله .

B : Bukti-bukti ketauhid-an dan kekuasan Allah .

ج - حقوق التوحيد : الأوامر والنواهي وإخلاص العبادة, جعل                                      الحكم له خالصاً .

C : Hak tauhid yaitu perintah untuk dijalankan, larangan untuk ditinggalkan, ibadah untuk ditunaikan, ikhlas dalam beribadah dan menjadikan hukum ditegakkan hanya untuk Allah, karena Allah telah menegaskan bahwa hukum hanya milik Allah dan kalau menyembah Allah haruslah menjadikan hukumnya sebagai aturan  kehidupan dan itu sarat agar agama seseorang menjadi agama yang lurus :
" إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم "
“Hukum itu milik Allah dan tidaklah kalian diperintah kecuali untuk menyembah kepada-Nya, dan itulah agama yang lurus”.

د -  جزاء التوحيد : ثواب الموحدين من الرفعة في الدنياً والتمكين والبركة في الحياة، والأمن،  والعزة، ودخول الجنة، والنصر على الأعداء، وعقوبة المشركين والكافرين والمنافقين من الهوان في الدنيا والضنق في الحياة والعذاب الدائم في الآخرة .

D : Balasan yang didapat dari bertauhid yang berupa pahala buat ahli tauhid dari ketinggian  didunia, stabilitas kedudukan, keberkahan hidup, keamanan, kejayaan, masuk sorga, dan kemenangan terhadap musuh. juga hukuman terhadap orang musyrikin, kafirin dan munafiqin dari kehinaan didunia, kesempitan dalam kehidupan dan adzab yang kekal di akherat.


هـ -  مواصفات الموحدين : من التواضع للحق، حسن الخلق، الاستعداد للتضحيات، الوفاء بعهد الله والناس،  الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر،  ودعوة الناس للخير .

E : Kriteria muwahhidin (ahli tauhid) seperti tawadhu’ terhadap kebenaran, akhlaq yang baik, kesiapan untuk berkorban, setia dengan janji, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta mengajak manusia kepada kebaikan.

و -  المفاهيم المعينة على الاستقامة من بيان حقيقة الدنيا وأنها متاع الغرور، ومحدودية عمر الإنسان، وصعوبة سكرات الموت .

F : Pemahaman-pemahaman yang membantu ahli tauhid untuk bisa istiqamah dalam iman seperti keterangan akan hakekat dunia dan bahwasanya dia itu kesenangan yang menipu, dan bahwa umur manusia itu sangat terbatas dan menghadapi sakaratul maut  adalah sebuah kesulitan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
Terakhir sebagai penutup, itulah sifat dan interaksi para sahabat terhadap Al Qur’an dan semoga kita bisa mencontoh mereka, mereka telah bersusah payah untuk kebahagiaan kita, rasa lelah sudah hilang, mereka telah bahagia untuk selama-lamanya dan didunia sejak zaman mereka sampai hari qiamat selalu dikenang dan didoakan oleh orang yang datang setelah mereka, alangkah bahagianya mereka.

اللهم إنا نسألك بعزتك التى لا ترام وبملكك الذى لا يضام وبنورك الذى ملاء أركان عرشك أت تملأ قلوبنا بالإيمان وأن تهدى قلوبنا للإسلام وأن تجعلنا ممن يحبك ويحب دينك أكثر من محبته لنفسه، وأن ترينا الحق حقاً وأن ترزقنا اتباعه وأن ترينا الباطل باطلاً وأن ترزقنا اجتنابه إنك سميع الدعاء وصل اللهم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Read More