Ada beberapa pertanyaan yang selalu menggelayuti hati ketika melihat kondisi kaum muslimin.
Pertanyaan itu sebagai berikut :
Bukankan Allah itu Maha Penyayang dan sangat menyayangi umat beriman ?.
Bukankan Allah itu Maha berkuasa dan mampu menjayakan kaum muslimin ?.
Bukankan Al Qur’an yang kita baca dalam shalat kita adalah sumber kebahagiaan, kejayaan, kemakmuran bagi yang mengamalkannya ?.
Bukankah kaum muslimin itu umat terbaik yang diutus untuk
memimpin, bukan dipimpin umat lain, mendidik bukan dididik umat lain ?.
Bukankah umat Islam dijadikan Allah sebagai umat yang satu ?.
Lalu kalau kita ingin memproyeksikan hakekat di atas dengan kondisi
kaum muslimin pada masa kini, maka hasilnya akan menuntut kita untuk
lebih merenung,
dimana kejayaan kaum muslimin ?, dimana harga diri kaum
muslimin, bahkan dimana harga darah seorang muslim di mata kaum muslimin
sendiri ?, dimana kepemimpinan, kejayaan kaum muslimin diatas kaum yang
lainnya ?, dimana solidaritas sesama kaum muslimin ? dalam skala
nasional maupun internasional .
Kemudian saya membaca ayat ini :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ
قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا
كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ
فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد:16)
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan
di antara mereka adalah orang-orang yang fasik" ( QS. Al-Hadiid: 16)
Dan merenungi rintihan Rasulullah kepada Robbnya dengan mengatakan :
)وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً) (الفرقان:30)
"Berkatalah Rasul: wahai Robbku sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sesuatu yang ditinggalkan”. QS. Al-Furqaan: 30
Ditinggalkan karena mereka tak membacanya, atau tidak mau merenungi maknanya atau tidak mau mengamalkan isinya.
Yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan diatas adalah kita
bersama merenungi sambutan Rasulullah dan para sahabat terhadap
Al Qur’an dan bagaimana kedudukan Al Qur’an dihati mereka.
Bagaimana Al Qur’an di hati Rasulallah dan para sahabat ?
Pertama :
para sahabat memandang kebesaran
Al Quran dari kebesaran yang menurunkannya, kesempurnaannya dari
kesempurnaan yang menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Qur’an turun
dari Raja, Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui,
Maha Kasih Sayang, sebagaimana ditekankan oleh Allah dalam berbagai
permulaan surat :
} تنـزيل الكتاب من الله العزيز الحكيم{ سورة الزمر، الجاثية،
الأحقاف، }تنـزيل الكتاب من الله العزيز العليم { سورة المؤمن، }
تنـزيل من الرحمن الرحيم{ سورة فصلت } كذلك يوحي إليك وإلى الذين من قبلك
الله العزيز الحكيم ،له ما في السموات وما في الأرض وهو العلي العظيم {
سورة الشورى
Dari pandangan ini mereka menerima Al Qur’an dengan perasaan bahagia
campur perasaan hormat, siap melaksanakan perintah dan perasaan cemas
dan harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam, bagaimana tidak
?, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat
kehormatan bermunajat dengan Allah, sekaligus seperti seorang prajurit
yang menerima perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing
mendapat pengarahan dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah
yang digambarkan oleh Allah dalam Firmannya :
}
أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذرية آدم وممن حملنا مع
نوح ومن ذرية إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات
الرحمن خروا سجدا وبكياً{ (سورة مريم الآية : 58
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat
oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang
yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan
dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih.
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka
mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis" (QS. Maryam: 58)
} إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجداً
ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لمفعولاً ويخرون للأذقان ويزيدهم
خشوعاً { (سورة الإسراء: 107-109)
"Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya
apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka
mereka sambil bersujud dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan
kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi"(108) Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'
" ( QS. Al-Israa: 107-109)
Perasaan diatas menyebabkan Umu Aiman menangis ketika teringat akan
wafatnya Rasulullah. Suatu saat Abu Bakar dan Umar berkunjung kepada ibu
asuh Rasulallah, Ummu Aiman dan ketika mereka duduk, menagislah Ummu
Aiman karena teringat wafatnya Rasulallah, maka berkatalah Abu Bakar
dan Umar,
“Kenapa anda menangis sementara Rasulullah mendapatkan tempat yang mulia” ? Ummu Aiman menjawab,
"Saya
menangis bukan karena meninggalnya beliau melainkan karena terputusnya
wahyu Allah yang datang kepada beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah tangisan mereka bertiga .
Dari perasaan diatas para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an
untuk dilaksanakan secara spontan tanpa menunggu-nunggu dan tanpa protes
sedikitpun, walau-pun hal itu bertentangan dengan kebiasaan mereka,
tapi mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan kecintaan kepada
Allah.
Ketika turun perintah untuk memakai jilbab pada surat Al Ahzab : 59,
malam hari Rasulallah menyampaikan ayat itu kepada para sahabat, pagi
harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab semua, bahkan `Aisyah
mengatakan,
"Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor, mereka
diperintah untuk memakai hijab pada malam hari sementara pada paginya
mereka sudah memakainya, bahkan ada yang merobek kelambu mereka untuk
dijadikan jilbab".
Ketika diharamkannya khomer dan ayat itu sampai kepada mereka, saat
itu juga langsung mereka membuang simpanan khomernya dan menuang apa
yang masih berada pada tangannya.
Salah satu rahasia keajaiban para sahabat dalam berinteraksi dengan
Al Qur’an adalah keimanan mereka kepada Allah, surga dan neraka-Nya,
juga kepada janji-Nya, sehingga mereka melakukan sesuatu yang apabila
dilihat oleh orang yang tak/tidak memahami latar belakang ini akan sulit
menafsirkannya.
Seperti ketika mereka membaca tentang janji Allah buat orang-orang
yang berjihad karena cinta kepada Allah, seorang sahabat yang bernama
Umair bin Hamam sedang makan korma bertanya: wahai Rasulullah, “Dimana
saya kalau saya mati dalam perang ini ? Rasululloh menjawab
"Di sorga", berkatalah Umair :
"Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai menghabiskan makan kurma tujuh biji ini adalah sangat lama”, dan akhirnya dibuanglah sisa kurma yang belum dimakan dan langsung memasuki pertempuran sampai menemui syahidnya.
Kondisi keimanan yang tinggi ini menjadi episode kehidupan mereka
untuk menjadi bagian dari yang diceritakan oleh Allah dalam Al Qur’an,
Hal itu seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap orang-orang
muhajirin atau perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah, seperti
yang Allah ceritakan dalam surat Al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan
tamu dan beliau tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau
tawarkan hal itu kepada sahabatnya, siapa yang bersedia membawa tamu
beliau, dengan sepontan salah satu sahabat bersedia, tetapi ketika
sampai rumah ternyata istrinya bilang bahwa tidak ada persediaan makanan
kecuali makan malam anaknya, maka sahabat tadi memerintahkan istrinya
agar mengeluarkan makanan tadi untuk tamunya dan mengeluarkan dua piring
kemudian segera mematikan lampu ketika tamunya sedang makan, tamunya
makan dan tuan rumah menampakkan seakan-akan ikut makan bersama, agar
dia bisa makan dengan enak, ketika sampai pagi hari sahabat tadi
bertemu dengan rasul dan beliau bilang kalau Allah heran dengan apa dia
lakukan, maka turunlah firman Allah ayat kesembilan dari surat al Hasyr.
Kedua :
Rasulullah dan para sahabat
memandang Al Qur’an sebagai obat bagi segala penyakit hati dan ketika
mereka membaca Al Quran yang berbicara tentang segala kelemahan hati,
penyakit hati, mereka tidaklah merasa tersinggung bahkan mereka berusaha
mengoreksi hati mereka dan membersihkan segala sifat yang dicela oleh
Al Qur’an serta berusaha untuk bertaubat dari apa yang dikatakan buruk
oleh Al Qur’an .
Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan sifat-sifat
munafiqin mulai dari malas shalat, sedikit berdzikir, pengecut,
mengambil orang kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat
segera mengkoreksi hati mereka dan mencari obatnya, walaupun mereka
tidak dihinggapi penyakit itu, berkatalah Abdullah ibnu Mulaikah :
“Aku mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau terkena penyakit nifaq”.
Ketika sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi keimanan, maka segeralah ia datang kepada Rasulallah dengan mengatakan
“Ya Rasulallah nifaqlah Handholah”, berkatalah Rasul Allah : "Kenapa ?"
Handlolah menjawab: “Wahai Rasul Allah kalau saya sedang berada
disamping engkau dan engkau ingatkan kami dengan sorga dan neraka,
jadilah sorga dan neraka seakan-akan jelas dimata kami, tapi jika kami
pulang dan bergaul dengan anak istri serta sibuk dengan harta kami, kami
banyak lupa, bersabdalah Rasulallah, “Wahai Handholah kalau kalian
berada dalam kondisi seperti itu (seakan melihat sorga dan neraka)
terus menerus pastilah para malaikat menyalami kalian dijalan-jalan
kalian”.
Dari sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al
Qur’an, ia bisa mengalahkan perasaan ingin dekat dengan istrinya pada
malam pertama dan ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid, padahal
ia belum sempat mandi junub, sehingga Rasulullah bersabda bahwa ia
dimandikan oleh para malaikat .
Ketiga :
Para sahabat memandang bahwa Al
Qur’an adalah nasehat dari Dzat yang amat sayang dengan mereka yang
sangat perlu didengar, yang berarti bahwa mereka sangat menyadari kalau
mereka bisa salah, tapi akan segera kembali kepada kebenaran manakala
ada teguran dari Al Qur’an.
Ma’qil bin Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah
seorang sahabat, tapi kemudian di cerainya sampai habis masa iddahnya,
kemudian bekas suami tadi melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah
beliau tolak lamarannya dan bertekad untuk tidak menikahkan kembali
keduanya, padahal adiknya juga masih cinta dengan bekas suaminya serta
ingin kembali kepadanya. Dengan kejadian ini Allah menurunkan ayat :
)وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا
تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا
بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ
وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) (البقرة:232)
"
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya,
maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan
cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik
bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" QS. Al-Baqarah: 232
Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya lagi dengan sahabat mantan suamiya .
Sahabat hidup dengan misi,
“Risalah menyelamat-kan seluruh manusia dari perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa dan mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”,
dan pastilah kaum yang membawa misi demikian ada pendukung dan
musuhnya, maka mereka menjadikan Al Qur’an sebagai pembimbing untuk
mengetahui musuh-musuh Allah, dan musuh mereka, siapa wali-wali mereka
dan wali-wali Allah dan mereka memperlakukan manusia sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Allah, mereka cinta terhadap ayah, anak, istri,
serta kerabat mereka. Tetapi jika yang dicintai itu memusuhi Allah dan
Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka segera merubah sikapnya
dengan hanya memihak Allah dan mencabut perasaan cintanya kepada selain
Allah, Allah berfirman :
}لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ
أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ
وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ
أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) (المجادلة:22)
." Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah
dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka
itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka,
dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah
golongan yang beruntung" QS. Al-Mujaadilah: 22
Ayat ini turun berkenaan ketika Abu Ubidah bin Jaroh membunuh ayahnya
di perang Badar, karena ayahnya bersama pasukan kuffar Quraisy .
Keempat :
Para sahabat memandang bahwa
seluruh alam semesta dan diri mereka adalah ciptaan Allah dan tidak
mungkin membudidayakan alam semesta serta mengatur mereka kecuali Dzat
yang menciptakannya, sehingga mereka meyakini bahwa keimannya menuntut
untuk menjadikan Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak
bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, mereka menjadikan Al Quran
sebagai
way Of live –pedoman hidup- mereka dan sangat sensitif
terhadap usaha-usaha yang akan memisahkan satu bagian sistim Islam
dengan bagian yang lainnya.
Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar berpidato ketika banyak orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan mengatakan :
أينقص الدين وأنا حي !! والله لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه إلى رسول الله e لقاتلتهم على منعه رواه مسلم .
“Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup, demi
Allah kalau mereka menghalangi tali yang mereka serahkan kepada
Rasulallah pastilah aku perangi mereka atas keengganannya”.
Mereka menyadari betul adanya perbedaan antara orang yang belum mampu
melaksanakan, dengan orang yang sengaja memilih-milih apa yang mau
dilakukan dan apa yang ditolak.
Yang pertama masih dalam ruang lingkup iman seperti Raja Habsyi yang
dishalati ghoib oleh Rasulallah, padahal ia belum melaksanakan hukum
Islam, karena belum mampu. Adapun yang sengaja pilih-pilih seperti
memilih beras, mereka mencap orang tersebut sudah keluar dari Islam
atau munafiqin, sebagaimana yang Allah firmankan :
} أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا
جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ{ (البقرة: من الآية85)
“Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan kafir terhadap
sebagian yang lain? Tidaklah balasan orang yang melakukan demikian
kecuali kehinaan didunia dan dihari qiamat mereka dikembalikan ke adzab
yang sangat keras. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” QS.
Al-Baqarah: 85
Keuniversalan dan
keintegralan Al Qur’an ini digambarkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib dalam ucapannya :
هو كتاب الله فيه نبأ من قبلكم ،وخبر ما بعدكم وحكم ما بينكم هو الفصل
ليس بالهزل من تركه من جبار قصمه الله ومن ابتغى الهدى في غيره أضله الله
وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم وهو الذي لا
تزيغ به الأهواء، ولا تلتبس به الألسنة ولا يشبع منه العلماء ولا يخلق عن
كثرة الردّ ولا تنقضي عجائبه وهو الذي لم تنته الجن إذا سمعته حتى قالوا }
إنا سمعنا قرآناً عجباً، يهدى إلى الرشد فآمنا به { من قال به صدق ومن
عمل به أجر ومن حكم به عدل ومن دعا إليه هدي إلى صراط مستقيم .
“Dia adalah Kitabullah yang di dalamnya ada berita orang sebelum
kalian, kabar apa yang terjadi setelah kalian, hukum diantara kalian,
dia adalah keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa
meninggalkannya dengan kesombongan pasti dihancurkan oleh Allah , barang
siapa mencari petunjuk dari selainnya akan disesatkan oleh Allah,
dialah tali Allah yang kokoh, dialah peringatan yang bijaksana, dialah
jalan yang lurus, dialah yang dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng,
dan tidak akan rancu dengannya lisan, dan tidak kenyang-kenyangnya dari
(membacanya, mempelajarinya) para ulama, tak akan usang karena
diulang-ulang, dan tak habis-habis keajaibannya, dan dialah yang jin tak
henti-hentinya dari mendengarnya sehingga dia mengatakan; “
Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya",
barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal
dengannya pasti diberi pahala, barang siapa menghukumi dengannya
pastilah adil, barang siapa mengajak kepadanya pasti di tunjuki kejalan
yang lurus.
Kelima :
Para sahabat memandang bahwa Al
Qur`an adalah kasih sayang dari Allah, mereka melihat bahwa seluruh isi
Al Quran, baik itu aqidah, hukum, perintah, larangan serta
berita–beritanya hanyalah untuk kebaikan manusia, maka mereka
menerimanya dengan senang hati, adapun yang menolak hukum Islam pada
dasarnya adalah lebih memihak kepada para pemeras orang lemah dari pada
memihak orang yang diperas, lebih sayang dengan para pembunuh dari pada
yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong dan pemerkosa dari pada
yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Allah dari pada
memihak Allah, dan secara
implisit menuduh Allah keras dan dholim, orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.
Sedangkan para sahabat memahami hal tersebut di atas sebagaimana memahami wajibnya puasa dari firman Allah :
" كتب عليكم الصيام "
"
Telah diwajibkan bagi kalian untuk berpuasa" QS. Al-Baqarah
Mereka juga memahami wajibnya jihad, menegakkan qishos, mengamalkan wasiyat dengan firman Allah :
}
كتب عليكم القصاص{ }كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت { }كتب عليكم القتال{ سورة البقرة
"
Telah diwajibkan bagi kalian hukum qishash" "
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut" "
Diwajibkan bagi kalian untuk berperang" QS. Al-Baqarah
Para sahabat menjadikan Al Qur’an sebagai penerang hakekat hidup,
dari Al Qur’an mereka mengetahui bahwa dunia ini hanya seperti tanaman
di ladang yang hijau kemudian menguning dan hancur, maka mereka sangat
zuhud dengan dunia, mereka mengetahui dari Al Qur’an bahwa rizqi, umur
sudah ditentukan oleh Allah dan tidak akan berkurang karena perjuangan,
maka mereka terus berjuang dan berjihad tanpa takut mati dan tidak pula
takut kehilangan harta, mereka mengetahui bahwa mereka diciptakan dalam
kondisi bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, kecerdasan dan kekuatan
fisik untuk menguji mereka akan tugas yang mereka pikul, maka ketika
mereka menjadi para gubernur dan kholifah mereka melihat itu semua
sebagai tugas bukan suatu kehormatan, apalagi ketika mereka mendengar
Rasulallah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim :
" ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصيحة إلا لم يجدها رائحة الجنة " (متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang hamba yang dijadikan Allah memimpin rakyat
kemudian tidak serius dalam memikirkan kemaslahatannya kecuali tidak
akan mencium baunya sorga” HR. Muttafaq 'alaih.
" ما من وال يلي رعية من المسلمين فيموت وهو غاش لهم إلا حرم الله عليه الجنة " ( متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang wali (pemimpin) rakyat dari kaum muslimin
kemudian mati dalam kondisi curang terhadap mereka kecuali Allah
haramkan atas dia sorga” HR. Muttafaq 'alaihi.
Para sahabat ketika mendengar hadits ini mereka langsung
bersungguh-sungguh dalam memikirkan nasib rakyatnya, sangat berhati hati
dalam mengelola harta rakyat sampai Kholifah Umar mengatakan, “Saya
menempatkan diri saya dengan
baitul mal ini seperti wali yatim
dengan harta anak yatim, kalau kaya tidak makan sama sekali darinya dan
kalau miskin makan secukupnya”, dan pantaslah Umar dalam musim kelaparan
ikut merasakan dan ikut terdengar keroncongan perutnya, beliau
mengatakan kepada perutnya :
قرقري أو لا تقرقري فإنك لن تشبعي حتى يشبع المسلمون .
“Silahkan perutku engkau keroncongan atau tidak keroncongan,
engkau tak akan kenyang kecuali kalau seluruh kaum muslimin sudah
kenyang”.
Dan itu semua dikarenakan para sahabat diberi keimanan sebelum
menerima Al Quran sehingga mereka selalu membacanya siang dan malam dan
memiliki waktu mingguan dan bulanan dalam menghatamkan bacaan Al-Qur’an,
mereka tidak pernah merasa kenyang dari membaca Al Qur’an dan men
tadaburinya sebagaimana Allah ceritakan kondisi mereka :
" الذين آتيناهم الكتاب يتلونه حق تلاوته أولئك يؤمنون به "
“Orang-orang yang Kami berikan kitab, mereka membacanya dengan
sebenar-benar bacaan mereka itulah orang yang benar–benar beriman
dengannya”.
" أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه قل
هل يستوى الذين لا يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أو لو الألباب .
سورة الزمر : الآية :9
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran" (QS. Az-Zumar: 9).
Mereka tidak hanya mencukupkan diri dengan membaca, akan tetapi tapi mereka
mentadabburinya sehingga diantara mereka ada yang mengulang-ulang satu ayat dalam shalatnya sampai fajar.
Terakhir, mereka melihat Al Quran sebagai sesuatu yang mengorbit kepada tauhid yang isinya berkisar :
أ - التوحيد : معرفة الله توحيده وجلاله، عظمته، ورحمته، وقربه من عبادة
.
A : Tauhid: Mengetahui Allah bahwa Dia adalah yang Maha Esa, Agung, Mulia, Pemberi Rahmat dan dekat dengan hamba-Nya.
ب - آيات التوحيد و قدرة الله .
B : Bukti-bukti ketauhid-an dan kekuasan Allah .
ج - حقوق التوحيد : الأوامر والنواهي وإخلاص العبادة, جعل الحكم له خالصاً .
C : Hak tauhid yaitu perintah untuk dijalankan,
larangan untuk ditinggalkan, ibadah untuk ditunaikan, ikhlas dalam
beribadah dan menjadikan hukum ditegakkan hanya untuk Allah, karena
Allah telah menegaskan bahwa hukum hanya milik Allah dan kalau menyembah
Allah haruslah menjadikan hukumnya sebagai aturan kehidupan dan itu
sarat agar agama seseorang menjadi agama yang lurus :
" إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم "
“Hukum itu milik Allah dan tidaklah kalian diperintah kecuali untuk menyembah kepada-Nya, dan itulah agama yang lurus”.
د - جزاء التوحيد : ثواب الموحدين من الرفعة في الدنياً والتمكين
والبركة في الحياة، والأمن، والعزة، ودخول الجنة، والنصر على الأعداء،
وعقوبة المشركين والكافرين والمنافقين من الهوان في الدنيا والضنق في
الحياة والعذاب الدائم في الآخرة .
D : Balasan yang didapat dari bertauhid yang berupa
pahala buat ahli tauhid dari ketinggian didunia, stabilitas kedudukan,
keberkahan hidup, keamanan, kejayaan, masuk sorga, dan kemenangan
terhadap musuh. juga hukuman terhadap orang musyrikin, kafirin dan
munafiqin dari kehinaan didunia, kesempitan dalam kehidupan dan adzab
yang kekal di akherat.
هـ - مواصفات الموحدين : من التواضع للحق، حسن الخلق، الاستعداد
للتضحيات، الوفاء بعهد الله والناس، الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر،
ودعوة الناس للخير .
E : Kriteria
muwahhidin (ahli tauhid)
seperti tawadhu’ terhadap kebenaran, akhlaq yang baik, kesiapan untuk
berkorban, setia dengan janji, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta
mengajak manusia kepada kebaikan.
و - المفاهيم المعينة على الاستقامة من بيان حقيقة الدنيا وأنها متاع الغرور، ومحدودية عمر الإنسان، وصعوبة سكرات الموت .
F : Pemahaman-pemahaman yang membantu ahli tauhid untuk bisa
istiqamah dalam iman seperti keterangan akan hakekat dunia dan
bahwasanya dia itu kesenangan yang menipu, dan bahwa umur manusia itu
sangat terbatas dan menghadapi sakaratul maut adalah sebuah kesulitan
yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
Terakhir sebagai penutup, itulah sifat dan interaksi para sahabat
terhadap Al Qur’an dan semoga kita bisa mencontoh mereka, mereka telah
bersusah payah untuk kebahagiaan kita, rasa lelah sudah hilang, mereka
telah bahagia untuk selama-lamanya dan didunia sejak zaman mereka sampai
hari qiamat selalu dikenang dan didoakan oleh orang yang datang setelah
mereka, alangkah bahagianya mereka.
اللهم إنا نسألك بعزتك التى لا ترام وبملكك الذى لا يضام وبنورك الذى
ملاء أركان عرشك أت تملأ قلوبنا بالإيمان وأن تهدى قلوبنا للإسلام وأن
تجعلنا ممن يحبك ويحب دينك أكثر من محبته لنفسه، وأن ترينا الحق حقاً وأن
ترزقنا اتباعه وأن ترينا الباطل باطلاً وأن ترزقنا اجتنابه إنك سميع الدعاء
وصل اللهم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين